Visitors

Pagi tadi selepas subuh coba saya berjalan kaki ke UIR, sudah lama tidak, baik berjalan kakinya maupun ke kampus yang usianya kini memasuk...

Syafruddin Saan; Jiwa yang Tak Mati

Pagi tadi selepas subuh coba saya berjalan kaki ke UIR, sudah lama tidak, baik berjalan kakinya maupun ke kampus yang usianya kini memasuki 58 tahun ini. Padahal saya berutang budi pada kampus ini, karena istri saya Oktarisa Mona salah satu alumni tempaannya.

Nama Zaini Kunin melekat erat pada kampus ini sebagai pendiri, sebenarnya ada lagi nama lain seperti Soeman Hs, namun yang terakhir ini namanya tenar sebagai sastrawan dan telah disematkan pula pada perpustakaan wilayah Provinsi Riau sana.

Berjalan di kampus ini mengingatkan saya pada mendiang ustad Syafruddin Saan yang semasa hidupnya juga menjabat sebagai pengurus Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) UIR ini.

Waktu di pergerakan dakwah kampus tausyiah ustad alumni al-Azhar ini kami tunggu-tunggu. Sosoknya yang tinggi besar, suara menggelegar dan penyampaiannnya yang penuh semangat berapi-api.

Pernah satu kali di bulan Ramadan saya diajaknya pulang kampung, masa itu beliau masih aktif sebagai anggota DPRD Provinsi Riau. Kampung beliau letaknya di Lubuk Bendahara, juga kampung pendiri UIR ini buya Zaini Kunin. Kampung yang letaknya bersebelahan dengan kampung saya Tanjung Medan, tepatnya di hilir sungai Rokan.

Sampai di rumah tuanya di pinggir sungai itu, katanya, "Cubo tenggok Wamdi, iko sungai kito turap, awak perjuangkan biayanyo. Cubo tengoklo umah omak tu buok yo bau sampai kinin."

Intinya dia menyampaikan, bahwa untuk fasilitas umum sebagai anggota dewan dia usahakan, dia perjuangkan, sementara rumah ibunya masih saja belum terperhatikan olehnya sebagai seorang anak.

Intinya lagi dia menjabat 2 kali sebagai anggota DPRD tetapi masih saja seserhana. Namun, vokalnya minta ampun, ini bisa kita dengarkan dari cerita para koleganya.

Beliau wafat tahun lalu, Kamis 24 Oktober 2019.

Memang kondisi terakhirnya terkena stroke ringan. Sempat beberapa kali berkunjung ke rumahnya yang tidak berapa jauh dari kampus UIR dan mendengar petuah-petuahnya.

Di akhir hayatnya pun banyak dari kitab-kitabnya yang berbahasa Arab diserahkan ke perpuatakaan al-Ihsan Boarding School (IBS) Riau yang beliau juga merupakan pembina.

Sayang, mestinya lebih banyak lagi bisa saya tuliskan tentang dirinya bila saja sudah dimulai semasa hidupnya.

Tapi mau bagaimana lagi, yang penting jiwa dan semangatnya tak mati-mati. (Wamdi Jihadi)

1 komentar: