Seperti umumnya warga di perumahan "Berlian Residence" Kubang Kampar, saya tahun ini tidak ke mana pun, tidak ke kampung kelahiran saya Tanjung Medan Rohul sana, tidak juga ke kampung kelahiran istri Simpang Kelayang Inhu.
Di rumah saja, di kampung kelahiran anak-anak, di kampung kami saat ini, Kubang Kampar.
Coba cek, dari judul dan dua paragraf di atas berapa kali saya menuliskan "Kampung Kelahiran?"
Itu artinya, menurut saya soal di mana kita lahir tidak bisa diotakatik, itu sifatnya given (adanya begitu) atau tidak bisa dipesan, sama halnya dengan dari orang tua mana kita dilahirkan. Tetapi, di mana pun kita tinggal kita mesti menyatu, berbuat dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari entitas di mana kita menetap.
Anak-anak saya 3 orang semuanya lahir di Kubang Kampar, kata orang Kubang itu Pekanbaru coret, namun bagaimana pun ini wilayah teritorial Kabupaten Kampar Negeri Sarimadu atau Serambi Mekkahnya Provinsi Riau.
Bisa saja karena dekat ke Kota Pekanbaru lalu ketika istri akan lahiran saya larikan ke kota dengan harapan Akta Kelahiran mereka kota, tidak, tidak saya lakukan. Walaupun mungkin ada yang mengerjakannya, bahkan lahirannya di Kampar aktanya kota.
Di samping alhamdulillah, 3 orang anak kami yang lahir di Kampar, semuanya Allah mudahkan, tiga-tiganya di rumah di mana kami tinggal.
Anak pertama, Amirul Mukminin 6 tahun lalu sayalah yang membantu bude (bidan beranak) pada proses kelahirannya, saya yang membantu mendorong dari bagian atas. Pada anak kedua Sulthonul Hakim bude yang sama, dengannya saya mintakan didampingi suster klinik. Anak ketiga Aisyah Ash-Shiddiqoh kembali saya dan bude beraksi, juga di rumah. Namun, semua itu tentu setelah konsultasi dokter dan memastikan bahwa hasil USG baik hingga ke ujung.
Karena itu kata saya sama istri Akta Kelahiran mereka mesti Kampar, walaupun kita 'sejengkal' dari kota Pekanbaru. Kata saya lagi pasti ada hikmahnya.
Memang ada dilema bagi Kubang ini, wilayahnya Kampar namun penduduknya mayoritas ber-KTP kota.
Di awal saya menyalurkan bantuan Covid-19 Kedes Kubang me-WA-kan ke saya bahwa ada 9710 KK di sini, namun KK yang atas nama Kabupaten Kampar hanya 3 ribu. Sementara ada program atau bantuan pemerintah umumnya berbasis data tempatan.
Tetapi, bagaimana pun memang hari-hari masyarakat umumnya pekerjaan mereka di kota dan sebagian administrasi akan lebih mudah mengurusnya daripada jauh-jauh ke Bangkinang sana.
Karena itu, pada Pileg 2019 lalu, saya menyampaikan pada sebagian teman-teman yang mencalegkan dirinya untuk DPRD Kampar bahwa kalau sudah eksis di Kubang tidak boleh serta merta merasa di atas angin, memang orangnya banyak namun hak pilihnya rata-rata kota.
Jadi, nggak pulang kampung?
Saya sudah di Kampung, Kubang-Kampar.
0 komentar: