Visitors

Tanah Papua yang terletak di penghujung Timur negeri ini memang terkenal dengan berbagai potensi kekayaannya, baik sumber daya alam, ada...

Kenangan di Lembah Baliem


Tanah Papua yang terletak di penghujung Timur negeri ini memang terkenal dengan berbagai potensi kekayaannya, baik sumber daya alam, adat istiadat, maupun destinasi wisata yang tiada taranya. Seperti lirik lagu Aku Papua yang dipopulerkan oleh Edo Kondologit, “Tanah Papua tanah yang kaya, surga kecil jatuh ke bumi.” Dan satu di antara kekayaan tersebut adalah apa yang terdapat pada Lembah Baliem.

Buku yang berjudul Cerita dari Lembah Baliem ini merupakan catatan perjalanan Dzikry el Han ketika mengunjungi salah satu tempat tertinggi di dunia tersebut. “1600 meter di atas permukaan laut,” tulisnya menggambarkan betapa menjulangnya pegunungan Jayawijaya yang Lembah Aliem berada di antaranya.

Sementara di lembah tersebut juga terdapat banyak perkampungan dan bahkan ada satu kota kecil yang bernama Wamena. Dan mayoritas suku penduduk perkampungan tersebut adalah Suku Hubula, suku yang di antara tradisi rumah tangga mereka adalah memisahkan antara tempat tinggal suami dan istri walaupun berdekatan. Bila rumah suami dinamai Honai, maka rumah istri disebut Ebeai.

Membaca buku yang berjumlah 53 halaman ini seperti membawa kita ikut terlibat dalam perjalanan tersebut, fotonya berwarna hampir di setiap lembar akan kita jumpai. Ditambah lagi dengan teknik penceritaan orang pertama yang digunakan oleh penulis. Bahkan pada kalimat-kalimat tertentu kita akan merasakan suasana ketegangan karena kepiawaian penulis dalam menumpahkan emosinya yang disertai pilihan diksi. Seperti ketika ia menceritakan jembatan Sungai Baliem, “Aku dan Pendeta james harus melewati jembatan gantung. Meski terlihat talinya cukup kuat, tetapi aku masih khawatir. Bagaimana kalau tali-tali jembatan itu putus saat aku menyeberang, sedangkan di bawah sana Sungai Baliem sangat deras mengalir.”

Buku yang diterbitkan pada tahun 2017 ini terbagi pada tiga sub bab; pertama, Yeleskomo, Negeri di Awan, kedua, Wamena dan ketiga, Festival Lembah Baliem. Buku ini juga sangat informatif sekali, sehingga kita yang belum pernah ke sana akan mengetahui berbagai tradisi dan penamaan. Seperti Wamena yang merupakan ibu kota dari Kabupaten Jayawijaya dulunya bernama Amoa, tetapi suatu ketika pelancong sampai di daerah tersebut dan bertanya apa nama tempatnya. Sayangnya perempuan yang ditanya mengira bahwa pelancong bertanya tentang apa yang digendongnya, maka dia menjawab, “Wam ena” yang artinya babi jinak yang memang ia tengah menggendong Babi. Belakangan jadilah Wamena.

Gedung Weneule Huby, Hutan Palem, Danau Habema, Bunga Adelweiss, Koteka dan banyak lagi informasi lainnya akan kita peroleh dengan membaca buku yang memenangkan sayembara bahan literasi 2017 ini.

Mungkin ada kekurangan dari buku ini, yaitu tidak menceritakan eksplorasi dari alam tanah Papua yang belum mampu mengangkat kesejahteraan para penduduknya. Namun yang jelas dengan membaca buku ini kita yang terpisah oleh jarak dan waktu seperti di dekatkan, melihat, meraba, serta merasakan setiap peralihan perjalanan penulis dari satu tempat ke tempat yang berikutnya.

Dan bagi para penulis pemula saatnya mengusir ketakutan untuk mulai menulis buku. Buku ini hampir separuhnya berisi gambar, artinya untuk sebuah buku tidaklah mesti tebal dengan masa menulis yang begitu panjang. Apalagi bila target pembacanya adalah anak-anak remaja yang baru tumbuh minat bacanya. Selamat Membaca, selamat berkarya.


Judul               : Cerita dari Lembah Baliem
Penulis             : Dzikry el Han
penerbit           : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud
Cetakan           : Pertama, 2017                      
Tebal               : ix + 53 halaman

Wamdi Jihadi, peserta Bimbingan Teknis Literasi Badan Bahasa 2018



Baca Juga:



0 komentar: