Namanya
Abdur Rahman bin Abu Bakar, digelari dengan Jalaluddin, namun orang-orang lebih
mengenalnya dengan panggilan imam As-Suyuhti. Mengarang banyak sekali kitab dalam
berbagai disiplin ilmu, di antaranya; tafsir (Jalalain), sejarah (Tarikhul Khulafa),
hadits (Jami' ash-Shagir) dan banyak lagi yang lainnya.
Kemampuannya
mengeksplor kata-kata dalam bentuk tulisan tidaklah muncul begitu saja, mengalami
proses yang cukup panjang. Bahkan mempunyai latar belakang keluarga yang
mengagumkan dari kedua orang tuanya. Sejarah bahkan mencatat bahwa ibunya
melahirkan beliau ketika berada di perpustakaan.
Ceritanya
suatu hari di tahun 849 Hijriyah atau 1445 Masehi ayahnya yang merupakan salah
seorang ulama besar meminta ibunya untuk meminjam buku ke maktabah (perpustakaan)
di kota Kairo, sementara masa itu ibunya tengah hamil besar. Dan ternyata
begitu ibunya sampai di perpustakaan, berada di antara rak-rak buku, maka berat
terasa baginya, masa persalinan sepertinya segera tiba. Lahirlah seorang anak
yang karena lahirnya diperpustakaan maka di antara gelarnya pun adalah Ibnu
al-Kutub (anak kitab).
Besar
dilingkungan ulama yang membaca dan menulis tentunya berdampak bagi tumbuh
kembangnya pengetahuan imam As-Suyuthi. Bahkan sejak usia tiga tahun ayahnya
sudah sering membawanya ke berbagai majlis para ulama, di antaranya adalah majlis
ilmu Syaikh Muhammad al-Majdzub dan Ibnu Hajar Al
'Asqalani. Karena
itu walaupun tiga tahun kemudian ayahnya meninggal dunia, tetapi kebiasaannya
duduk bersama ulama dan buku telah berumah pada dirinya. Hingga pada usia 8
tahun ia pun menyempurnakan hafalan Al-Quran dan hafal berbagai kitab lainnya,
termasuk Alfiyah Ibnu Malik.
Memang pembiasaan mendekatkan anak-anak dengan
buku harus sudah dimulai sedini mungkin, bahkan sejak mereka masih bayi
sekalipun. Dan bila buku-buku tersebut bergambar tentunya akan lebih menarik
lagi di mata mereka. Suara gesekan kertas ketika dibalik, huruf dan gambar yang
beraneka warna, bau kertas yang mereka cium, gigit atau bahkan disobek adalah
pengenalan buku yang mengakrabkan mereka di hari-hari mendatang. “Ketika anak
saya berusia sembilan bulan” kata Mohammad Fauzil Adhim dalam bukunya Membuat
Anak Gila Membaca “Tidak ada mainan yang lebih ia sukai kecuali buku. Saat
usianya sebelas bulan, ia sudah bisa memilih buku mana yang disukai dan minta
untuk dibacakan.”
Maka lahir di perpustakaan, kemudian besar di
tengah lingkungan yang menggemari tulis baca serta nuansa keilmuan sedari kecil
sangat berpengaruh pada diri imam As-Suyuti. Sehingga bertahun kemudian, saat
usinya mencapai 40 tahun, ia pun memutuskan untuk tidak lagi berinteraksi
banyak dengan manusia. Ia menarik diri, dan tenggelam dalam lautan ilmu dengan
hanya menekuni membaca dan menulis sepanjang siang dan malam-malam di rumahnya.
Sehingga menurut Iyad Khalid al-Tabba dalam bukunya Jalaluddin As-Suyuthi;
Ma’lamatul ‘Ulumil Islamiyati menyebutkan bahwa ketika sang imam wafat
dalam usia 61 tahun ia telah mengarang kitab lebih kurang 431 buah, sekali lagi
dalam beragam bidang keilmuan.
0 komentar: