Visitors

foto: from internat "Setelah kususun buku-buku itu dalam almari yang dibuat di dalam dinding sebagaimana dibiasakan di Eropa, der...

Mahasiswa dan Buku

Hasil gambar untuk mahasiswa dan buku
foto: from internat

"Setelah kususun buku-buku itu dalam almari yang dibuat di dalam dinding sebagaimana dibiasakan di Eropa, deretan buku-buku itu mengambil tempat tidak berapa kurang dari 1 meter. Mungkin pada waktu itu aku sendirilah seorang mahasiswa tingkat pertama yang memiliki buku begitu banyak."

Saya buka tulisan ini dengan terlebih dahulu mengutip apa yang pernah ditulis oleh bung Hatta dalam otobiografinya, “Untuk Negeriku.” Sebuah gambaran betapa di tingkat pertama perkuliahan saja buku telah mulai menyesaki isi rumahnya. Sementara di hari-hari berikutnya, cerita buku adalah cerita yang tidak bisa dipisahkan dari diri beliau.

Membicarakan mahasiswa sejatinya adalah membincangkan buku-buku. Di kampuslah buku mendapatkan tempat paling terhormat, karena memang dibaca dan didiskusikan. Sementara perpustakaannya adalah ruang yang tidak pernah kosong dari hilir mudiknya manusia. Perpustakaan kampus adalah kesunyian di tengah keramaian.

Tetapi terhadap realita tidaklah boleh kita menutup mata. Satu kali saya bertanya pada mahasiswa dalam sebuah seminar yang tidak kurang seratus orang yang hadir, ya terkait siapa yang merutinkan minimal baca satu buku dalam sebulan, yang mengangkat tangan tidaklah sampai sepuluh orang. Kalau begitu alangkah nestapanya buku, tertipunya kita oleh pendidikan tinggi belakangan ini yang tidak berhasil menanamkan minat baca di kalangan insan akademis itu sendiri.

Seperti rumput yang mengering karena tercerabut akarnya dari tanah, maka seperti itulah mahasiswa yang terpisah dari buku dan perpustakaan. Apa yang diharapkan dari rumput yang kering kecuali layak untuk pancingan menghidupkan api, demikianlah mahasiswa yang berbicara tanpa kedalaman pemahaman, ia bertindak dengan kelemahan narasi, mudah tersulut isu dan gamang menatap ke depan.

Mahasiswa kembalilah pegang bukumu. Baliklah kembali jurnal-jurnal dan bahan-bahan penelitianmu, serta berdiskusilah. Anak-anak muda asuhan kampus mestilah menjadi contoh betapa perpustakaan dan buku adalah rumah dan kecintaan mereka. Mereka semestinya adalah para campaigner (juru kampanye) bagi dunia literasi kita.

Membaca hendaknya tidak boleh sebatas tugas menyelesaikan makalah dan skripsi sahaja, tetapi ruh dari seorang intelektual. Menjadi darah daging bagi mereka, dan yang tidak mungkin dipisahkan lagi. Maka semua yang dilakukan; baik diskusi, presentasi, berorganisasi, bahkan aksi demonstrasi mempunyai tempat berpijak yang kuat, yaitu pemahaman utuh dari substansi persoalan.

"Kiriman ibu saya sering telat. Saya sering kelaparan. Ilona ini baik pada saya. Dia sering datangi saya ke perpustakaan, beri apel dan roti," demikian Habibie mengisahkan masa lalunya yang tumbuh di perpustakaan, baik pemikiran mau pun percintaannya.


BACA JUGA:

0 komentar: