Di tengah berbagai macam agenda BEM awal tahun 2010 tiba-tiba ada
pemberitahuan, akhirnya nanti berujung pada desakan supaya saya mengikuti DM 3
KAMMI di Ujung Barat pulau Sumatera, Tanah Rencong, Nanggroe Aceh Darussalam.
Effendi Muharram (orang ke-3 yang bernama Effendi di buku ini), ketua
Kamda berdarah Sunda yang pada postur, perawakan dan bicaranya ada ketegasan,
sore itu sengaja menelfon saja supaya mempersiapkan diri mengikuti training
kepemimpinan level 3 KAMMI tersebut. Maka saya tidak punya pilihan, walaupun
mesti meninggalkan kegiatan BEM yang tidak kalah pentingnya juga. Alasan
lainnya saya menolak di awal adalah adanya keinginan DM 3 di Indonesia Timur
sana, mengingat DM 2 dua tahun lalu di Subang, Jawa Barat. Tapi sudahlah, ini
perintah.
Tetapi diminta untuk mengikuti DM 3 tersebut bukan serta merta
lulus dan berangkat, namun mesti melalui beberapa tahapan seleksi. Mulai dari
tes tulis, wawancara, sidang tugas baca dengan membuat makalah. Maka kembalilah
saya menekuni beberapa buku dengan lebih mendalam lagi, di antaranya buku “Fiqh
Tamkin wa Nashr” karya Ali Muhammad Ash Shalaby, “Siyasah Syar’iyah” karya Ibnu
Taimiyah, “Pilar-pilar Kebangkitan Umat” karya Abdul Hamid Al-Ghazali, “KAMMI
dan Pergulatan Reformasi” bukunya Mahfudz Siddiq, “Kumpulan Risalah Dakwah
Hasan Al-Banna” dan beberapa buku pendukung lainnya.
Sementara untuk makalah saya memilih mentelaah buku “Fiqh Tamkin wa
Nashr” dengan judul makalah “Kepemimpinan Islam; Sebuah Upaya Meneguhkan
Eksistensi Manusia.” Berikut saya kutipkan bagian akhirnya saja atau kesimpulan
dari makalah yang saya tulis bertahun silam.
Dunia
ini fitrahnya Islam. Allah yang menjadikan dunia ini dan menurunkan Islam
sebagai aturan yang integral dalam mengelolanya. Alam semesta ini dengan segala
sumber daya yang ada di dalamnya Allah jadikan sebagai sarana mempermudah
hamba-Nya untuk berlaku taat.
Rasulullah
sebagai utusan-Nya yang telah menuntaskan masa kerasulannya selama 23 tahun
telah mampu membangun sebuah peradaban yang menurut Michael H. Hart belum
pernah ada peradaban dunia yang muncul seberadab itu. Ia mengakomodir berbagai
kepentingan, golongan, suku, bahkan agama tanpa sekali pun diskriminatif.
Namun, kehendak Allah tetap berada di atas segala-galanya.
Kejatuhan
khilafah Islamiyah pada tahun 1924 menjadikan dunia buram, suram. Semua sistem mengaku
layak berdiri di garda depan, padahal yang ada hanyalah kepentingan
individualisme, primordialisme, sehingga yang muncul adalah sifat keangkuhan,
saling menjatuhkan, dan pada ahirnya berujung dengan kehancuran tata hidup
manusia.
Pantas
kiranya kita kutip apa yang disampaikan oleh ulama besar Abul Hasan Ali
an-Nadwy, ulama asal India dalam bukunya “Kerugian Dunia Karena Kemunduran Umat
Islam”
“Seandainya
dunia mengetahui hakikat malapetaka ini, berapa besar kerugian dunia dari
kejadian ini, maka dunia pasti akan menjadikan hari kejatuhan kaum Muslimin itu
sebagai hari berkabung yang penuh sesal, tangis, dan ratapan hingga saat ini.
Bila setiap bangsa di dunia ini senantiasa saling mengirim tanda berduka cita
(takziah), maka dunia pasti akan memakai pakaian berkabung. Bukan hanya dalam
satu atau dua hari, tetapi dalam waktu bertahun-tahun.”
Karena
itu, tugas utama yang wajib kita lakukan saat ini adalah berjuang untuk mengembalikan
kejayaan tersebut, menjadikan Islam sebagai soko guru peradaban. Dan memperlihatkan
pada penduduk dunia bahwa ketentraman hanya bisa dicapai dengan menerapkan
aturan-aturan Allah Swt dalam berbagai situasi dan kondisi.
Di antara pertanyaan tim penguji kala itu adalah terkait dengan
masa dakwah nabi Nuh yang begitu panjang, 950 tahun. Apakah nabi Nuh sukses? Waktu
yang dia habiskan begitu panjang, sementara hanya memperoleh umat puluhan
hitungannya. Ternyata, tugas kita itu hanya bekerja dengan maksimal, mengajak
tanpa pernah bosan dengan selalu mengupayakan cara terbaik, seperti halnya nabi
Nuh yang mengajak kaumnya siang dan malam tanpa jeda. Lalu bersabar dan
istiqomahlah dalam aktivitas tersebut hingga kematian datang menyapa.
Terima kasih mbak Setiyati, akh Dimas dan Pak Eddi Rusydi yang
telah menyidang saya selepas Asar hari itu.

0 komentar: