Masa-masa di BEM adalah hari-hari yang penuh kesibukan yang saya
rasakan, tetapi sangat menikmati semua dinamika yang terjadi. Ada semangat,
kebahagiaan, tantangan, pertumbuhan relasi, intelektual, tetapi juga ada
ancaman, tekanan, dan bahkan fitnah. Tapi begitulah rumah besar yang bernama
organisasi, ia ruang yang penuh dengan persoalan, bahkan kalau tidak ada ia
mesti diciptakan, lalu dengan itu kita belajar menyelesaikannya, kita ditempa
untuk sebuah kedewasaan.
Perkenalan saya dengan Rektor terjadi jauh sebelum diamanahkan di
lembaga mahasiswa ini, bahkan masih di tingkat pertama perkuliahan. Dan saya
kira ini satu dari sekian perkara yang mesti dilazimi oleh para mahasiswa pada
umumnya. Makanya ketika saya membina kelompok halaqah dan memegang kelompok
Madrasah Khos (MK) KAMMI di kampus di antara tugas mereka (para binaan) adalah
bersilaturrahim dengan para pengambil kebijakan di lingkungan mereka; Ketua
Jurusan, Dekan, dan bahkan Rektor. Ini bagian dari kecerdasan sosial seorang
kader.
Pernah dalam sebuah seminar beliau (Rektor) bicara terkait bahasan “Islamisasi
Sains” yang beliau sendiri lebih meyakini sebaliknya, bahwa tidak ada
Islamisasi Sains justeru yang ada itu kita mengambil alih kembali apa yang dulu
pernah dimiliki oleh umat ini. Saya sempat mengajukan pertanyaan kala itu, dan
lepas seminar saya utarakan hendak berdiskusi lebih lama tentang apa yang tadi
disampaikannya. Beberapa hari berikutnya saya berkunjung ke ruangan beliau dan
beliau sempat memberikan sebuah buku yang terkait bahasan seminar sebelumnya.
Begitu pun pada beberapa kali khotbah Jumat – waktu masih shalat
Jumat di PKM – yang saya sampaikan, Rektor salah seorang audien yang tampak hadir
di sana.
Maka begitu diamanahkan di BEM intensitas saya dengan beliau
tentunya lebih meningkat lagi, karena setiap kali datang pasti berkaitan dengan
ragam persoalan mahasiswa; baik minta perpanjangan jadwal daftar ulang, uang
praktikum tanpa realisasi prakteknya, apresiasi mahasiswa berprestasi, dan juga
tak pernah alpa persoalan birokrasi yang berbelit-belit yang dialami mahasiswa.
Di antaranya ada yang bisa diselesaikan, namun lebih banyak yang membutuhkan
waktu lebih lama lagi karena persoalan tersebut berkaitkelindan. Dalam satu
diskusi pernah saya sampaikan bahwa menjadi universitas terkemuka di Asia itu
baru terpampang di depan kantor beliau, baru menjadi buah bibir pada
pidato-pidato dan presentasi. Sementara realisasinya di bawah, baik fakultas
maupun jurusan belum begitu menggembirakan, salah satunya tampak dari pelayanan
kampus yang masih sekarat .
Lain waktu saya pernah sampaikan juga tentang kehadiran beliau di
acara salah satu Televisi yang ada di Pekanbaru ini yang hanya sekedar mensosialisasikan
UIN Suska. Menurut saya kasihan seorang Rektor memerankan hal tersebut yang
mestinya bisa diwakili beberapa Pembantu Rektor (sekarang Wakil Rektor) atau
Humas. Dan beliau harusnya tampil di Televisi-televisi Nasional, berkaca pada
beberapa Rektor kampus lainnya.
Di tahun 2010 pernah terjadi kehebohan yang cukup besar. Saya
sebagai perwakilan mahasiswa di demo oleh mahasiswa sendiri yang jumlahnya
seratusan orang. Dari hasil pengamatan saya para mahasiswa ini digerakkan oleh
salah seorang calon Wakil Rektor III, dan sebabnya dicari-cari bahwa saya
menggunakan uang mahasiswa untuk kepentingan pribadi.
Sekretariat BEM sempat mereka tutup secara paksa, dipalang. Walaupun
esoknya dibuka kembali oleh pengurus BEM. Terjadi audiensi besar-besaran di
PKM, menghadirkan pihak yang menuduh penyalahgunaan keuangan tersebut.
Bersitegang urat leher pihak yang berseberangan dengan pengurus BEM dan
pendukung lainnya tak bisa dielakkan. Hari-hari itu paska penyelenggaraan UIN
Ekspo, ada penilaian UKK/UKM terbaik, ada berbagai perlombaan. Tetapi sayang
memang hadiah yang kita usahakan dari berbagai sumber tidak seperti yang
diharapkan, dan itu juga berujung pada ketidakpuasan sebagian pemenang.
Namun isu berkembang ke mana-mana, dan disaat yang sama itu
dimanfaatkan pula oleh sebagain calon Wakil Rektor 3 yang melihat gelagat
mungkin saya kurang berpihak padanya. Maka di pertemuan besar itu, di PKM yang
mahasiswanya berjibun hingga ke bagian atas PKM saya hanya menjadi pendengar
yang baik dari semua ngalor ngidul penyampaian mereka. Sampai akhirnya
ketua Senat Mahasiswa (Sema) Syafaat mempersilahkan saya klarifikasi semuanya,
dan saya sampaikan, “Saya mencintai saudara-saudara sekalian, dan mungkin ini
juga bentuk dari kecintaan saudara-saudara kepada saya. Tetapi seperti halnya orang-orang
yang mengungkapkan perasaan cinta itu juga beragam, dan saya meyakini bahwa kritik
itu bagian dari kepedulian, sementara tidak pernah cinta ada tanpa hadirnya
kepedulian. Lantas barulah saya sampaikan duduk persoalan apa yang sebenarnya terjadi
terkait keuangan UIN Ekspo. Masih ada ada suara, ada tanya jawab, dan perlahan bubar menjelang magrib. Tetapi Azan di pangkal malam itu sepertinya belum benar-benar bisa memadamkan bara api, terbukti nanti pada penolakan hasil LPJ dipenghujung kepengurusan BEM.
Namun di tahun ini jugalah kali pertama pemelihan Wakil Rektor III
dengan memaparkan visi-misinya secara terbuka di depan mahasiswa. Saya
sampaikan ke Rektor bahwa Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan mestilah mantan
aktivis mahasiswa, yang pernah berkecimpung di organisasi-organisasi mahasiswa.
Dan yang tak kalah pentingnya jangan sulit ditemui dan berkomunikasi dengan
mahasiswa.
Rektor mempersilahkan debat tersebut diselenggarakan, walaupun nanti
yang memilih tetap senat universitas. Namun yang pastinya yang bakal jadi Wakil
Rektor III bukanlah orang dari suku Ocu, karena Wakil Rektor yang lainnya
berasal dari suku tersebut. Bagi saya orang dari suku mana pun tidak masalah
yang jelas punya kapabilitas dengan amanahnya. Cuma sayangnya terkadang kampus
yang merupakan tumpuan moralitas juga berseliweran politik kekuasaan untuk
memperkaya individu atau kelompok.
Sore itu sekitar pukul 17.45 saya telfon Rektor dan beliau ternyata
sudah pulang. Saya utarakan bahwa ada yang perlu saya sampaikan langsung ke
beliau, karena besok pemilihan Wakil Rektor III-nya. Maka, menjelang magrib
beliau hadir kembali ke ruangan dan saya bersama Eddi Rusydi menemuinya.
Terjadilah percakapan tentang bagaimana berjalanannya debat tadi pagi, dan
terakhir siapa yang direkomendasikan. Saya rekomendasikan untuk dipilih esok
hari adalah Drs. Sudirman M.Ag.
Saya bisa pastikan semasa bang Dirman (begitu mahasiswa
memanggilnya) inilah ruang Wakil Rektor III menjadi ruang mahasiswa. Beliau
tidak segan berjalan kaki keliling kampus melihat kegiatan-kegiatan mahasiswa.
Pidato-pidatonya memotivasi mahasiswa, tegas dengan uang yang tidak jelas
rimbanya. Pernah pada waktu buka bersama di sebuah Rumah Makan beliau datang
mengendarai sepeda motor dengan seorang
anak laki-lakinya, sedangkan istri dan seorang anak perempuannya menaiki angkutan
umum. Bahkan gaji tunjangan jabatannya sebagai Wakil Rektor didermakan ke
mahasiswa untuk menambah dana kegiatan. Dan untuk inilah kepentingan saya sebetulnya
kenapa merekomendasikan beliau, bahwa Wakil rektor bidang Kemahasiswaaan mesti
membaur dengan mahasiswa, disamping muda dan enerjik.
Namun sayangnya setelah saya tidak lagi di BEM universitas, saya
dapat kabar beliau mengundurkan diri karena berbagai intrik politik di kampus
yang tidak berkesudahan.
Sedangkan dengan Rektor seusai di BEM saya sudah jarang bertemu,
kecuali ada hal-hal penting yang mau didiskusikan. Termasuk misalnya berdiskusi
tentang tugas akhir saya di jurusan Pendidikan Bahasa Arab, karena beliau juga
dari latar belakang yang sama. Dan terakhir saya minta rekomendasi beliau
sebagai salah satu bahan melanjutkan studi S2.
0 komentar: