Visitors

Masa-masa di BEM adalah hari-hari yang penuh kesibukan yang saya rasakan, tetapi sangat menikmati semua dinamika yang terjadi. Ada semang...

Hari-hari Bersama KAMMI (bagian 31)

Masa-masa di BEM adalah hari-hari yang penuh kesibukan yang saya rasakan, tetapi sangat menikmati semua dinamika yang terjadi. Ada semangat, kebahagiaan, tantangan, pertumbuhan relasi, intelektual, tetapi juga ada ancaman, tekanan, dan bahkan fitnah. Tapi begitulah rumah besar yang bernama organisasi, ia ruang yang penuh dengan persoalan, bahkan kalau tidak ada ia mesti diciptakan, lalu dengan itu kita belajar menyelesaikannya, kita ditempa untuk sebuah kedewasaan.

Perkenalan saya dengan Rektor terjadi jauh sebelum diamanahkan di lembaga mahasiswa ini, bahkan masih di tingkat pertama perkuliahan. Dan saya kira ini satu dari sekian perkara yang mesti dilazimi oleh para mahasiswa pada umumnya. Makanya ketika saya membina kelompok halaqah dan memegang kelompok Madrasah Khos (MK) KAMMI di kampus di antara tugas mereka (para binaan) adalah bersilaturrahim dengan para pengambil kebijakan di lingkungan mereka; Ketua Jurusan, Dekan, dan bahkan Rektor. Ini bagian dari kecerdasan sosial seorang kader.

Pernah dalam sebuah seminar beliau (Rektor) bicara terkait bahasan “Islamisasi Sains” yang beliau sendiri lebih meyakini sebaliknya, bahwa tidak ada Islamisasi Sains justeru yang ada itu kita mengambil alih kembali apa yang dulu pernah dimiliki oleh umat ini. Saya sempat mengajukan pertanyaan kala itu, dan lepas seminar saya utarakan hendak berdiskusi lebih lama tentang apa yang tadi disampaikannya. Beberapa hari berikutnya saya berkunjung ke ruangan beliau dan beliau sempat memberikan sebuah buku yang terkait bahasan seminar sebelumnya.

Begitu pun pada beberapa kali khotbah Jumat – waktu masih shalat Jumat di PKM – yang saya sampaikan, Rektor salah seorang audien yang tampak hadir di sana.

Maka begitu diamanahkan di BEM intensitas saya dengan beliau tentunya lebih meningkat lagi, karena setiap kali datang pasti berkaitan dengan ragam persoalan mahasiswa; baik minta perpanjangan jadwal daftar ulang, uang praktikum tanpa realisasi prakteknya, apresiasi mahasiswa berprestasi, dan juga tak pernah alpa persoalan birokrasi yang berbelit-belit yang dialami mahasiswa. Di antaranya ada yang bisa diselesaikan, namun lebih banyak yang membutuhkan waktu lebih lama lagi karena persoalan tersebut berkaitkelindan. Dalam satu diskusi pernah saya sampaikan bahwa menjadi universitas terkemuka di Asia itu baru terpampang di depan kantor beliau, baru menjadi buah bibir pada pidato-pidato dan presentasi. Sementara realisasinya di bawah, baik fakultas maupun jurusan belum begitu menggembirakan, salah satunya tampak dari pelayanan kampus yang masih sekarat .

Lain waktu saya pernah sampaikan juga tentang kehadiran beliau di acara salah satu Televisi yang ada di Pekanbaru ini yang hanya sekedar mensosialisasikan UIN Suska. Menurut saya kasihan seorang Rektor memerankan hal tersebut yang mestinya bisa diwakili beberapa Pembantu Rektor (sekarang Wakil Rektor) atau Humas. Dan beliau harusnya tampil di Televisi-televisi Nasional, berkaca pada beberapa Rektor kampus lainnya.

Di tahun 2010 pernah terjadi kehebohan yang cukup besar. Saya sebagai perwakilan mahasiswa di demo oleh mahasiswa sendiri yang jumlahnya seratusan orang. Dari hasil pengamatan saya para mahasiswa ini digerakkan oleh salah seorang calon Wakil Rektor III, dan sebabnya dicari-cari bahwa saya menggunakan uang mahasiswa untuk kepentingan pribadi.

Sekretariat BEM sempat mereka tutup secara paksa, dipalang. Walaupun esoknya dibuka kembali oleh pengurus BEM. Terjadi audiensi besar-besaran di PKM, menghadirkan pihak yang menuduh penyalahgunaan keuangan tersebut. Bersitegang urat leher pihak yang berseberangan dengan pengurus BEM dan pendukung lainnya tak bisa dielakkan. Hari-hari itu paska penyelenggaraan UIN Ekspo, ada penilaian UKK/UKM terbaik, ada berbagai perlombaan. Tetapi sayang memang hadiah yang kita usahakan dari berbagai sumber tidak seperti yang diharapkan, dan itu juga berujung pada ketidakpuasan sebagian pemenang.

Namun isu berkembang ke mana-mana, dan disaat yang sama itu dimanfaatkan pula oleh sebagain calon Wakil Rektor 3 yang melihat gelagat mungkin saya kurang berpihak padanya. Maka di pertemuan besar itu, di PKM yang mahasiswanya berjibun hingga ke bagian atas PKM saya hanya menjadi pendengar yang baik dari semua ngalor ngidul penyampaian mereka. Sampai akhirnya ketua Senat Mahasiswa (Sema) Syafaat mempersilahkan saya klarifikasi semuanya, dan saya sampaikan, “Saya mencintai saudara-saudara sekalian, dan mungkin ini juga bentuk dari kecintaan saudara-saudara kepada saya. Tetapi seperti halnya orang-orang yang mengungkapkan perasaan cinta itu juga beragam, dan saya meyakini bahwa kritik itu bagian dari kepedulian, sementara tidak pernah cinta ada tanpa hadirnya kepedulian. Lantas barulah saya sampaikan duduk persoalan apa yang sebenarnya terjadi terkait keuangan UIN Ekspo. Masih ada ada suara, ada tanya jawab, dan perlahan bubar menjelang magrib. Tetapi Azan di pangkal malam itu sepertinya belum benar-benar bisa memadamkan bara api, terbukti nanti pada penolakan hasil LPJ dipenghujung kepengurusan BEM.

Namun di tahun ini jugalah kali pertama pemelihan Wakil Rektor III dengan memaparkan visi-misinya secara terbuka di depan mahasiswa. Saya sampaikan ke Rektor bahwa Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan mestilah mantan aktivis mahasiswa, yang pernah berkecimpung di organisasi-organisasi mahasiswa. Dan yang tak kalah pentingnya jangan sulit ditemui dan berkomunikasi dengan mahasiswa.

Rektor mempersilahkan debat tersebut diselenggarakan, walaupun nanti yang memilih tetap senat universitas. Namun yang pastinya yang bakal jadi Wakil Rektor III bukanlah orang dari suku Ocu, karena Wakil Rektor yang lainnya berasal dari suku tersebut. Bagi saya orang dari suku mana pun tidak masalah yang jelas punya kapabilitas dengan amanahnya. Cuma sayangnya terkadang kampus yang merupakan tumpuan moralitas juga berseliweran politik kekuasaan untuk memperkaya individu atau kelompok.

Sore itu sekitar pukul 17.45 saya telfon Rektor dan beliau ternyata sudah pulang. Saya utarakan bahwa ada yang perlu saya sampaikan langsung ke beliau, karena besok pemilihan Wakil Rektor III-nya. Maka, menjelang magrib beliau hadir kembali ke ruangan dan saya bersama Eddi Rusydi menemuinya. Terjadilah percakapan tentang bagaimana berjalanannya debat tadi pagi, dan terakhir siapa yang direkomendasikan. Saya rekomendasikan untuk dipilih esok hari adalah Drs. Sudirman M.Ag.

Saya bisa pastikan semasa bang Dirman (begitu mahasiswa memanggilnya) inilah ruang Wakil Rektor III menjadi ruang mahasiswa. Beliau tidak segan berjalan kaki keliling kampus melihat kegiatan-kegiatan mahasiswa. Pidato-pidatonya memotivasi mahasiswa, tegas dengan uang yang tidak jelas rimbanya. Pernah pada waktu buka bersama di sebuah Rumah Makan beliau datang mengendarai sepeda motor  dengan seorang anak laki-lakinya, sedangkan istri dan seorang anak perempuannya menaiki angkutan umum. Bahkan gaji tunjangan jabatannya sebagai Wakil Rektor didermakan ke mahasiswa untuk menambah dana kegiatan. Dan untuk inilah kepentingan saya sebetulnya kenapa merekomendasikan beliau, bahwa Wakil rektor bidang Kemahasiswaaan mesti membaur dengan mahasiswa, disamping muda dan enerjik.

Namun sayangnya setelah saya tidak lagi di BEM universitas, saya dapat kabar beliau mengundurkan diri karena berbagai intrik politik di kampus yang tidak berkesudahan.

Sedangkan dengan Rektor seusai di BEM saya sudah jarang bertemu, kecuali ada hal-hal penting yang mau didiskusikan. Termasuk misalnya berdiskusi tentang tugas akhir saya di jurusan Pendidikan Bahasa Arab, karena beliau juga dari latar belakang yang sama. Dan terakhir saya minta rekomendasi beliau sebagai salah satu bahan melanjutkan studi S2.

0 komentar: