Visitors

Walaupun Pemilihan raya mahasiswa (Pemira) itu hanya berlangsung di kampus, pesta demokrasi di tingkat universitas, tetapi kesibukan, p...

Hari-hari Bersama KAMMI (bagian 29)


Walaupun Pemilihan raya mahasiswa (Pemira) itu hanya berlangsung di kampus, pesta demokrasi di tingkat universitas, tetapi kesibukan, persiapan, tarik menarik dan beragam intrik politik lainnya tidak kurang dari apa yang terlihat di dunia luar (real society). Bahkan kepentingan pada memenangkan calon tertentu tidak saja merupakan kepentingan mahasiswa tetapi bahkan para pemangku jabatan di segenap level yang ada di kampus.

Pernah ada pemilihan di tingkat jurusan beberapa waktu setelah saya terpilih, peristiwanya salah seorang Ketua jurusan (Kajur) di fakultas Tarbiyah dan Keguruan mendukung salah satu pasangan dan mempersulit pasangan yang lainnya. Perihal tersebut disampaikan ke saya, akhirnya ketua jurusan tersebut saya SMS, sekedar mengingatkan bahwa suksesi kepemimpinan mahasiswa adalah hak mereka dan biarkan mereka berdemokrasi (belajar). Sementara pimpinan cukuplah sebagai pemantau, menjadi orang tua yang bagi anak-anaknya.

Namun, sekali lagi demokrasi di kampus tidak bisa dipandang dengan menggunakan kacamata Kuda, apalagi di tingkas universitas. Ada primordialisme yang sulit diketepikan, latar belakang daerah, suku, fakultas, dan tentunya organisasi (baik internal maupun eksternal). Lebih-lebih lagi pemira adalah instrumen untuk memilih ketua bagi mahasiswa di tingkat universitas, ia yang terpilih bakal menjadi corong mahasiswa, baik pada persoalan kampus, masyarakat, mau pun pada penyikapan kebijakan pemerintah nantinya.

Semua kepentingan itu tentunya juga terkait dengan pendanaan atau hanya sekedar influence (pengaruh) dan kekuasaan (power). Maka di sinilah semua elemen tersebut mencoba memberikan dukungan, baik moril mau pun materil pada pasangan yang mereka dukung. Tinggal ada yang secara terang-terangan mendukung atau sekedar bermain di belakang layar.

Maka berlangsunglah tahapan Pemira di tahun itu (2009). Mulai dari pembentukan Komisi Pemilihan Raya Mahasiswa (KPRM), pendaftaran calon, verifikasi berkas, penetapan calon, pemilihan raya, dan pengumuman sekaligus penetapan Presiden mahasiswa terpilih.

Dua pasangan calon di tahun itu adalah Rifman Maiza berpasangan dengan Tri Wahono dan saya dengan Ramadhani. Bila Rifman Maiza dari fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial (Fekonsos) dengan latar belakang organisasi PMII, maka Tri Wahono dari fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Fdik) dan organisasinya Ikatan Pemuda Muhammadiyah (IMM). Sementara saya dari fakultas Tarbiyah dan Keguruan, latar belakang organisasi KAMMI dan Dani dari fakultas Sain dan Teknologi, beliau pernah menjabat sebagai ketua Forum Ukhuwah Assalam (FU-Assalam) dan juga pengurus BEM universitas di tahun sebelumnya.

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dalam setiap kali pemira di tingkat universitas selalu seksi, sebab secara jumlah mahasiswanya memang lebih banyak bila dibandingkan dengan fakultas lainnya. Karena itu menjadi incaran. Dan bila dari fakultas ini sudah ada calon mendaftar, maka calon lain mesti berhitung baik-baik, kalau bisa buat strategi untuk memecahkannya dengan menaikkan calon dari fakultas yang sama. Makanya bertahun kemudian, dakwah kampus  pun selalu menaikkan calon Presma dari fakultas terbesar ini (menjadi pertimbangan penting), baru di periode ke-5-lah mulai berani melirik bakal calon dari fakultas lain, setelah dirasa tapakan kaki cukup kuat.

Lalu di mana posisi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)? Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)? Bila yang pertama di tahun itu merapat ke saya, maka yang kedua merapat ke Rifman Maiza. HMI memang organisasi yang sudah tua (berdiri 1947), sistem kaderisasinya pun sudah terpola dengan baik, jaringan sudah lama ada hampir seluruh kampus di tanah air dengan alumni tersebar berbagai instansi bahkan pada top leader. Namun untuk di UIN Suska Riau, bahkan di beberapa kampus besar di Pekanbaru belakangan ini ada kemunduran yang terlihat atau paling tidak stagnasi atau mungkin juga sedang mengarahkan kemudinya pada fokus yang lain. Ini perlu dikaji dan didiskusikan.

Abdul Aziz, salah seorang kader dakwah terpilih sebagai ketua KPRM di tahun itu. Ada kelegaan sedikit, kelegaan bukan bersumber dari niat ingin bermain curang dengan memanfaatkannya, tetapi muncul dari keyakinan bahwa KPRM sebagai lembaga penyelenggara Pemira tersebut akan lebih bersih, kredibel dan calon akan bersaing secara sehat.

Sementara itu visi misi dibuat. Visi, mewujudkan kepemimpinan mahasiswa yang berlandaskan pada singkronisasi, soliditas, dan efektivitas kerja. Sementara Misi, menjadi fasilitator pembersatu seluruh civitas akademika UIN Suska Riau, menjadi akselerator perkembangan dan kemajuan kampus dalam persaingan regional dan global, menjadi solusi dalam setiap dinamika dan permasalahan yang terjadi di kampus, dan menjadi trend setter dalam kehidupan masyarakat.

Tahapan demi tahapan berjalan dengan lancar. Di masa-masa itulah saya merasa perjuangan para aktifis dakwah kampus yang tak terkira. Dibentuk lembaga pemenangan di internal dengan ketuanya Muhammad Syafaat, dijalin komunikasi dengan berbagai elemen mahasiswa, diarak calon dihari pendaftaran, dan kader bergerak siang malam, sekali lagi siang malam. Ditempel baliho dan pamplet di mana-mana, dibagikan ke setiap mahasiswa yang ditemui, bahkan ada tim yang amanahnya hanya sekedar hilir mudik menumpang di angkutan – oplet atau pun bus – hanya sekedar untuk bertanya calon mana yang mereka pilih dan bercerita kemudian mengarahkan supaya memilih calon nomor 2. Dari mana uangnya? Maka jawabannya Sunduquna juyubuna (kantong kami adalah perbendaharaan kami).

Mengingat saat-saat seperti itu selalu terbetik di hati saya untuk juga maksimal berbuat untuk kader dan dakwah kampus (baik moril dengan mengisi diskusi dan kajian-kajian mereka atau pun materil semampunya). Memang mereka bergerak bukan karena saya atau saudara Ramadhani, tetapi demi dakwah kampus dan kecintaan mereka pada Allah. Ada tetesan keringat menghadang teriknya panas di siang bolong, ada suara serak karena memang berorasi dan terkadang juga berdebat dengan pendukung calon lainnya, ada kantuk yang ditahan pada larutnya malam karena mempersiapkan berbagai sarana pemenangan, ada isak tangis berharap dalam sholat dan doa-doa panjang di penghujung malam.

Maka, tepat di hari Kamis 18 Juni 2009 dilangsungkanlah pesta demokrasi di tingkat universitas itu. Dan Alhamdulillah calon nomor dua Allah menangkan dengan suara 2600-an berbanding 1200-an pada calon pertama.

Para kader dakwah
Ini sebenarnya cerita kecintaan kita
Kecintaan pada rumah bernama dakwah
Tetaplah kita mencintainya
Tetaplah kita merawatnya
Melahirkan karya dan berkontribusi untuk umat dan bangsa ini

0 komentar: