Walaupun Pemilihan raya mahasiswa (Pemira) itu hanya berlangsung di
kampus, pesta demokrasi di tingkat universitas, tetapi kesibukan, persiapan,
tarik menarik dan beragam intrik politik lainnya tidak kurang dari apa yang
terlihat di dunia luar (real society). Bahkan kepentingan pada memenangkan
calon tertentu tidak saja merupakan kepentingan mahasiswa tetapi bahkan para pemangku
jabatan di segenap level yang ada di kampus.
Pernah ada pemilihan di tingkat jurusan beberapa waktu setelah saya
terpilih, peristiwanya salah seorang Ketua jurusan (Kajur) di fakultas Tarbiyah
dan Keguruan mendukung salah satu pasangan dan mempersulit pasangan yang
lainnya. Perihal tersebut disampaikan ke saya, akhirnya ketua jurusan tersebut
saya SMS, sekedar mengingatkan bahwa suksesi kepemimpinan mahasiswa adalah hak
mereka dan biarkan mereka berdemokrasi (belajar). Sementara pimpinan cukuplah
sebagai pemantau, menjadi orang tua yang bagi anak-anaknya.
Namun, sekali lagi demokrasi di kampus tidak bisa dipandang dengan
menggunakan kacamata Kuda, apalagi di tingkas universitas. Ada primordialisme
yang sulit diketepikan, latar belakang daerah, suku, fakultas, dan tentunya
organisasi (baik internal maupun eksternal). Lebih-lebih lagi pemira adalah
instrumen untuk memilih ketua bagi mahasiswa di tingkat universitas, ia yang
terpilih bakal menjadi corong mahasiswa, baik pada persoalan kampus,
masyarakat, mau pun pada penyikapan kebijakan pemerintah nantinya.
Semua kepentingan itu tentunya juga terkait dengan pendanaan atau
hanya sekedar influence (pengaruh) dan kekuasaan (power). Maka di
sinilah semua elemen tersebut mencoba memberikan dukungan, baik moril mau pun
materil pada pasangan yang mereka dukung. Tinggal ada yang secara
terang-terangan mendukung atau sekedar bermain di belakang layar.
Maka berlangsunglah tahapan Pemira di tahun itu (2009). Mulai dari
pembentukan Komisi Pemilihan Raya Mahasiswa (KPRM), pendaftaran calon,
verifikasi berkas, penetapan calon, pemilihan raya, dan pengumuman sekaligus
penetapan Presiden mahasiswa terpilih.
Dua pasangan calon di tahun itu adalah Rifman Maiza berpasangan
dengan Tri Wahono dan saya dengan Ramadhani. Bila Rifman Maiza dari fakultas
Ekonomi dan Ilmu Sosial (Fekonsos) dengan latar belakang organisasi PMII, maka
Tri Wahono dari fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Fdik) dan organisasinya Ikatan
Pemuda Muhammadiyah (IMM). Sementara saya dari fakultas Tarbiyah dan Keguruan,
latar belakang organisasi KAMMI dan Dani dari fakultas Sain dan Teknologi,
beliau pernah menjabat sebagai ketua Forum Ukhuwah Assalam (FU-Assalam) dan juga
pengurus BEM universitas di tahun sebelumnya.
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dalam setiap kali pemira di tingkat
universitas selalu seksi, sebab secara jumlah mahasiswanya memang lebih banyak bila
dibandingkan dengan fakultas lainnya. Karena itu menjadi incaran. Dan bila dari
fakultas ini sudah ada calon mendaftar, maka calon lain mesti berhitung
baik-baik, kalau bisa buat strategi untuk memecahkannya dengan menaikkan calon
dari fakultas yang sama. Makanya bertahun kemudian, dakwah kampus pun selalu menaikkan calon Presma dari
fakultas terbesar ini (menjadi pertimbangan penting), baru di periode ke-5-lah
mulai berani melirik bakal calon dari fakultas lain, setelah dirasa tapakan
kaki cukup kuat.
Lalu di mana posisi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)? Gerakan
Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)? Bila yang pertama di tahun itu merapat ke
saya, maka yang kedua merapat ke Rifman Maiza. HMI memang organisasi yang sudah
tua (berdiri 1947), sistem kaderisasinya pun sudah terpola dengan baik,
jaringan sudah lama ada hampir seluruh kampus di tanah air dengan alumni
tersebar berbagai instansi bahkan pada top leader. Namun untuk di UIN
Suska Riau, bahkan di beberapa kampus besar di Pekanbaru belakangan ini ada
kemunduran yang terlihat atau paling tidak stagnasi atau mungkin juga sedang
mengarahkan kemudinya pada fokus yang lain. Ini perlu dikaji dan didiskusikan.
Abdul Aziz, salah seorang kader dakwah terpilih sebagai ketua KPRM
di tahun itu. Ada kelegaan sedikit, kelegaan bukan bersumber dari niat ingin
bermain curang dengan memanfaatkannya, tetapi muncul dari keyakinan bahwa KPRM
sebagai lembaga penyelenggara Pemira tersebut akan lebih bersih, kredibel dan calon
akan bersaing secara sehat.
Sementara itu visi misi dibuat. Visi, mewujudkan kepemimpinan
mahasiswa yang berlandaskan pada singkronisasi, soliditas, dan efektivitas
kerja. Sementara Misi, menjadi fasilitator pembersatu seluruh civitas
akademika UIN Suska Riau, menjadi akselerator perkembangan dan kemajuan kampus
dalam persaingan regional dan global, menjadi solusi dalam setiap dinamika dan
permasalahan yang terjadi di kampus, dan menjadi trend setter dalam kehidupan
masyarakat.
Tahapan demi tahapan berjalan dengan lancar. Di masa-masa itulah
saya merasa perjuangan para aktifis dakwah kampus yang tak terkira. Dibentuk
lembaga pemenangan di internal dengan ketuanya Muhammad Syafaat, dijalin komunikasi
dengan berbagai elemen mahasiswa, diarak calon dihari pendaftaran, dan kader
bergerak siang malam, sekali lagi siang malam. Ditempel baliho dan pamplet di
mana-mana, dibagikan ke setiap mahasiswa yang ditemui, bahkan ada tim yang
amanahnya hanya sekedar hilir mudik menumpang di angkutan – oplet atau pun bus –
hanya sekedar untuk bertanya calon mana yang mereka pilih dan bercerita
kemudian mengarahkan supaya memilih calon nomor 2. Dari mana uangnya? Maka jawabannya
Sunduquna juyubuna (kantong kami adalah perbendaharaan kami).
Mengingat saat-saat seperti itu selalu terbetik di hati saya untuk
juga maksimal berbuat untuk kader dan dakwah kampus (baik moril dengan mengisi diskusi
dan kajian-kajian mereka atau pun materil semampunya). Memang mereka bergerak bukan
karena saya atau saudara Ramadhani, tetapi demi dakwah kampus dan kecintaan
mereka pada Allah. Ada tetesan keringat menghadang teriknya panas di siang
bolong, ada suara serak karena memang berorasi dan terkadang juga berdebat
dengan pendukung calon lainnya, ada kantuk yang ditahan pada larutnya malam karena
mempersiapkan berbagai sarana pemenangan, ada isak tangis berharap dalam sholat
dan doa-doa panjang di penghujung malam.
Maka, tepat di hari Kamis 18 Juni 2009 dilangsungkanlah pesta
demokrasi di tingkat universitas itu. Dan Alhamdulillah calon nomor dua Allah
menangkan dengan suara 2600-an berbanding 1200-an pada calon pertama.
Para kader dakwah
Ini sebenarnya cerita kecintaan kita
Kecintaan pada rumah bernama dakwah
Tetaplah kita mencintainya
Tetaplah kita merawatnya
Melahirkan karya dan berkontribusi untuk umat dan bangsa ini

0 komentar: