Visitors

Tahun duaribu tahun harapan, yang penuh tantangan dan mencemaskan wahai pemuda dan para remaja, ayo siapkan dirimu siapkan dirimu, ...

Hari-hari Bersama KAMMI (bagian 26)


Tahun duaribu tahun harapan,
yang penuh tantangan dan mencemaskan
wahai pemuda dan para remaja,
ayo siapkan dirimu
siapkan dirimu, siap ilmu siap iman
siap
(Tahun 2000, Nasida Ria)

As-Shohwah Islamiyah tahun 2000.  Pondok pesantren ini baru memasuki tahun ke-4 ketika saya memutuskan untuk pindah ke sana. Alasannya kala itu simpel, lebih dekat dari kampung – orang tua lebih mudah mengirimkan perbekalan – dan juga ada orang kampung yang sudah lebih dulu berada di pesantren tersebut dengan hasil yang tampak di mata masyarakat lebih membanggakan, bisa tampil ke depan berpidato, namanya Muhammad Toto.

Jangan dibayangkan pesantren ini dengan bangunan beton kokoh tinggi menjulang, jangan. Ini pesantren perjuangan. Bila kita masuk dari simpang lebih kurang 200 M ke dalam hanya ada jalan berkerikil dengan semak ilalang di kiri kanannya. Di sambut kita dengan pos berukuran 2x2 M dengan dua lantai yang terbuat dari kayu dan papan seberan. Tinggi, mengungguli belukar lainnya, namun dari situ juga terlihat bila ada pengunjung yang memasuki pondok dari kejauhan.

Begitupun dengan bangunan-bangunan lainnya. Asrama putra dan putri waktu itu hanya berjarak lima meter, saling membelakangi. Juga dari bangunan kayu dengan ruang yang tidak juga besar-besar, 3x3 M lebih kurang, memanjang dan disekat-sekat per-ruang. Dua lantai, dengan lemari dan perbekalan memasak ditaruh atau ditumpuk tepat, sementara di lantai dua dijadikan tempat tidur.

Sementara lainnya hanya ada satu rumah pembina asrama dan beberapa ruang kelas dengan bangunan semi permanen. Ada lagi satu musalla dengan atap rumbia, sementara kiri kanannya melompong, tanpa ada sekat pembatas, dinding. Para santri mencuci peralatan masak, pakayan dan mandi hanya ada beberapa sumur tanah, yang kalau hujan turun airnya lebih berisi dan lebih leluasa memakainya. Beberapa tahun kemudian pesantren berencana membuat kolam ikan, sayangnya setelah digali Kato (Excavator) ikan tidak pernah jadi diisi, maka jadilah kami para santri ikan-ikannya yang berenang di sana. Anggap saja seperti sungai, namun tidak butuh waktu lama sekujur badan kami pun gatal-gatal, elergi.

Rumah pembina asrama hanya ada satu-satunya di dalam, ada memang rumah keluarga pimpinan, namun hanya bertempat tinggal di sana dan mengelola kantin pesantren. Dan rumah satu-satunya itu adalah rumah guru kami, ustadz Nurul Fajri. Latar belakang beliau Muhammadiyah, namun tidak antipati dengan wirid atau zikir berjamaah selepas sholat. Di rumah beliau juga bila malam Minggu akan diputarkan film atau hanya kekedar lagu-lagu qasyidah. Maka bila malam Minggu penuhlah rumah beliau bagian dalam dengan santri putri, sementara santri putra cukup duduk di kursi-kursi panjang atau sekedar berdiri di bagian luar. Lagu-lagu kasidah Nasida Ria cukup mendominasi, seperti “Tahun 2000, Kota Santri, Nabi Muhammad Mataharinya Dunia.” Ada juga lagu-lagu Hadad Alwi dan Sulis yang pas acara sering kami tampilkan, saya waktu itu hanya sebagai peramai saja.

Pondok pesantren ini terletak di desa Ujung Batu Timur, kecamatan Ujung Batu di Kabupaten Rokan Hulu, Riau. Bila hilir menggunakan speed boat dari kampung ke Ujung Batu ini maka memakan lebih kurang satu setengah hingga dua jam perjalanan. Sementara dari pelabuhan boat ke atas sekitar 4 KM. Pernah suatu ketika uang masa itu betul-betul sudah kering, berjalanlah dari pesantren ke pelabuhan boat tersebut, dan ternyata begitu sampai kiriman yang diharapkan belum juga tiba, maka kembali menempuh perjalanan yang sama.

Pondok pesantren ini disamping mengajarkan kitab kuning atau gundul, juga mengikuti sistem Departemen Agama dengan pendidikan formalnya Madrasah Tsanawiyah (MTS) dan tingkat berikutnya Madrasah Aliyah (MA). Sementara untuk ekstra kurikulernya, ada pramuka, muhadoroh (pelajaran pidato), dan rebana.

Pidato adalah satu kegemaran saya, disebut kegemaran karena memang setiap kali santri lain dijadwalkan tidak hadir kultum maka saya selalu siap dan sedia menggantikannya. Begitupun kalau para santri lainnya sedang berpidato, baik santriwan atau santriwati, maka saya mencatat inti dari apa yang mereka sampaikan dan kemudian setelah usai saya minta mereka membubuhkan tanda tangan di bawah kesimpulan pidato mereka. Mereka merasa bangga dan terhormat dan saya pun dikenali. Sementara itu acap kali saya datang lebih pagi ke lokal dan berpidato di sana sendiri, meniru gaya dari KH. Zainuddin MZ yang memang beberapa kaset dari ceramahnya sempat saya koleksi.

Ujung dari keberadaan saya di pesantren ini adalah tahun 2002-2003, di tahun terakhirnya saya terpilih sebagai ketua ISPA (Ikatan Santri Pesantren As-Sahwah). Setahun kemudian saya pindah atau tepatnya kembali ke pesantren Darussalam (dulu kelas satu di sini) dan juga di tahun terakhirnya pun, 2006 terpilih sebagai wakil ketua IPDA (Ikatan Pelajar Darussalam) dengan ketuanya Ade Saputra yang setahun kemudian dia melanjutkan studinya ke Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dan sore hari itu, di pertengan tahun 2009 para masul (penanggung jawab) dakwah kampus UIN Suska Riau menyampaikan bahwa saya dimajukan sebagai salah seorang kandidat pada Pemira di tahun tersebut.

Kepada Allah-lah kita bertawakal
Di tangan-Nya segala urusan dipergilirkan
Dan Dia tidak mengantuk apalagi tidur
Hasbunallah Wanikmal Wakil Nikmal Maula Wanikman Nasir

0 komentar: