Namun kapal telah diturunkan, layar pun telah dikembangkan, maka
berpantang surut kembali ke tepian. Biarkan ia terus mengarungi lautan lepas,
menghadapi kecipak air dan hempasan gelombang, sampai ia menakhlukkan samudra.
Terpilihnya Eddi Rusydi Arrosyidi sebagai presiden mahasiswa di
tahun 2008 adalah babak baru dalam perjalanan dakwah kampus di UIN Suska Riau.
Di samping itu juga adalah tantangan bagi para aktivis dakwah kampus ini untuk
menunjukkan kemampuan mereka di dalam pengelolaan lembaga publik yang
sebelumnya belum pernah dirambah. Memang Eddi – Sapaan sang presiden – sebelumnya
merupakan juga Gubernur Mahasiswa di fakultas Tarbiyah dan Keguruan, namun
memimpin di tingkat universitas merupakan sesuatu yang baru dan untuk pertama
kalinya disentuh para aktivis dakwah kampus.
Di samping itu, diambil alihnya lembaga eksekutif mahasiswa ini
juga merupakan penambahan amanah dakwah dan tentunya berimplikasi pada pembagian
kader yang sebelumnya hanya berkutat di KAMMI, FKII Asy-Syam dan jaringan
lembaga dakwah di tingkat fakultas. Walaupun tidak sepenuh diisi oleh kader di
BEM tersebut, namun tetap saja amanah yang baru ini menguras energi.
Namun yang mesti dipahami oleh kader-kader yang diamanahkan di dakwah
ranah siyasi ini adalah bahwa beradanya mereka diamanah lembaga eksekutif
mahasiswa ini bukanlah memindahkan rohis ke ruang tersebut, baik
orang-orangnya, maupun asesorisnya.
Karena itu berkolaborasilah dengan berbagai lembaga mahasiswa lain
dalam pengelolaannya, baik itu latar belakang organisasi internal seperti Unit
Kegiatan Kampus/Unit Kegiatan Mahasiswa (UKK/UKM) ataupun organisasi eksternal
dengan masa mahasiswa, seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan
Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Bahkan justeru di antara keberhasilan
kader dakwah sebagai pemimpin berada di ruang siyasi ini adalah dengan tersibghoh-nya
(munculnya ketertarikan kepada dakwah, atau sekedar ketaatan dan kebaikan yang
meningkat) dari para anggotanya yang berwarna tersebut.
Dan nanti pada prinsipnya yang mau kita sodorkan pada publik – baik
di kampus maupun di masyarakat kelak – adalah substansi perubahan, bukan
sekedar tampilan. Sebab tabiatnya begitu seseorang menyadari bahwa sesuatu itu
baik, maka perlahan tampilan akan dia pilih sendiri pada yang terbaik.
Namun pada sisi yang lain, beradanya seorang kader diamanah publik
adalah saatnya bagi mereka (dakwah) untuk menyiapkan dan melegalkan sistem
terbaik dalam rangka memberikan maslahat bagi penyelamatan agama, masyarakat
dan harta mereka, aset bangsa, dan negara dari rongrongan asing. Demikian di
antara yang disebutkan Al-Mawardi dalam “Ahkamus Sulthoniyah” nya. Dan di
kampus tentunya (apalagi kampus Islam) lebih mudah untuk menyepakati aturan mahasiswa
yang bersesuaian dengan syariat.
Berlalulah masa kepemimpinan Eddy Rusydi dan Anggun selama satu
periode, 2008-2009. Dan menurut saya saat periode pertama ini relatif berjalan
dengan baik dengan terselenggaranya bebera event dalam berbagai skala, termasuk
juga advokasi persoalan mahasiswa, serta keikutsertaan dalam menyuarakan
aspirasi masyarakat di berbagai peristiwa Nasional maupun Internasional.
Namun paling tidak, pada periode pertama ini kita berhasil
menunjukkan kepada seluruh civitas akademika kampus bahwa kita bisa dan mampu untuk
mengelola ruang terbuka ini. Meyakinkan yang ragu, dan mengokohkan kepercayaan.
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Taubah: 105)

0 komentar: