Visitors

Memasuki tahun 2009 adalah babak baru dalam hidup saya. Di tahun ini dan tahun berikutnya adalah puncak dari kegiatan saya di kampus UIN ...

Hari-hari Bersama KAMMI (bagian 20)

Memasuki tahun 2009 adalah babak baru dalam hidup saya. Di tahun ini dan tahun berikutnya adalah puncak dari kegiatan saya di kampus UIN Suska Riau. Apalagi sepulang dari DM2 Bandung, berbagai kegiatan dialog di media elektronik pun saya hadiri, seperti di RRI, Riau TV (RTv) dan lainnya. Dan memang tahun 2009 juga adalah tahun politik bagi bangsa ini, Pemilihan Umum (pemilu) dan pemilihan presiden (pilpres).

Sementara di tahun yang sama juga terjadi suksesi kepemimpinan tingkat universitas UIN Suska Riau. Memang ini berlangsung setiap tahunnya, namun menjadi catatan bagi saya karena di tahun ini (2009) saya merupakan salah satu kandidat presiden mahasiswa (presma).

Tapi sebelum lebih jauh baik saya ceritakan sejenak konstelasi politik yang dimasuki oleh gerakan dakwah kampus, khususnya gerakan dakwah kampus UIN Suska Riau.
***
“Secara umum diambil lima bentuk aktivitas baru mahasiswa yang berkembang sepanjang era 80-an, yaitu: 1) Kelompok-kelompok Studi Kritis – yang umumnya mengacu kepada kepustakaan Barat, 2) Penerbitan Mahasiswa, 3) LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat, 4) Komite-komite Aksi, dan 5) Aktivitas Ke-Islaman berbasis Masjid Kampus.”

Demikian di antara yang ditulis oleh Mahfudz Sidiq dalam tesisnya – akhirnya dibukukan – yang berjudul “KAMMI dan Pergulatan Reformasi.” Semua aktivitas tersebut bergerak lebih soft (senyap), tidak lagi melakukan berbagai aksi di luar kampus adalah dampak dari kebijakan represif Orde Baru paska keluarnya SK Kopkamtip No, 02/Kopkam/1978. Dengan adanya SK tersebut maka dibekukanlah Dewan Mahasiswa (DM) di tingkat universitas, dan tidak berlangsung lama setelah itu diberlakukan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus atau Badan Koordinasi Kemahasiswaan) yang merupakan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef No, 037/U/1979.

Dalam situasi seperti itu bertumbuhlah berbagai kajian mahasiswa dengan masjid sebagai public sphere (ruang publik) yang relatif lebih aman. Di masjid Salman Al-Farisi ITB, Arief Rahman Hakim UI, Salahuddin UGM, dan berbagai masjid kampus lainnya. Walaupun berbagai kajian itu sudah ada di tahun-tahun sebelumnya, namun memasuki tahun 80-an berbagai kajian tersebut sudah mulai melembaga. Dan pada akhirnya itulah cikal bakal Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang pegiatnya acap kali disebut sebagai ADK (Aktivis Dakwah Kampus).

Selanjutnya LDK di berbagai daerah juga menggunakan berbagai istilah atau sebutan; seperti UKMI (Unit Kegiatan Mahasiswa Islam), Forum, namun semua menyatu dalam FSLDKN (Forum Silahturahmi Lembaga Dakwah Kampus Nasional). Untuk di Riau, Universitas Riau (UR) lebih dulu berdiri dengan nama Al-Karima pada tahun 1989, berobah nama menjadi UKM Rohis dan akhirnya bermetamorfosis lagi menjadi UKMI Arroyan di tahun 1998. Universitas Islam Riau (UIR) menggunakan istilah UKMI Al-Kahfi, dan FKII (Forum Kajian Islam Intensif) di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau.

Pada FSLDKN ke XVIII Mei 2017 lalu di Universitas Riau saya diminta panitia sebagai salah satu pembicara di sana membincangkan budaya membaca mendampingi mbak Sinta Yudisia yang bicara dunia tulis menulis. Sampai saya di lokasi acara dengan dada bergumuruh, anak-anak muda yang datang dari berbagai belahan tanah air duduk mengitari panggung acara dengan muka-muka yang cerah.


Memang saya sampaikan materi yang diminta panitia, tetapi tidak lupa saya sematkan pesan, “Kemenangan agama ini adalah keniscayaan, dan waktunya tidak akan lama lagi. Karena itu jaga konsistensi kita di jalan perjuangan ini, karena ini jalan nabi-nabi.”

0 komentar: