Visitors

Pada malam terakhir bulan Jumada ats-Tsaniyah Hammu al-Hihi sang juru tulis Abdurrahman Ibnu Khaldun al-Maghribi mencoba mengajak guruny...

Membangun Kemanusiaan


Pada malam terakhir bulan Jumada ats-Tsaniyah Hammu al-Hihi sang juru tulis Abdurrahman Ibnu Khaldun al-Maghribi mencoba mengajak gurunya tersebut untuk membicarakan topik-topik yang lebih ringan dari sebelumnya. Selama ini ia merasakan bahwa pikiran gurunya selalu disesaki oleh berbagai persoalan besar seputar manusia, sejarah, cinta, kekuasaan, dan peradaban. Dalam bahasanya mengatakan bahwa sel-sel otak Ibnu Khaldun terus bekerja dan siaga yang hanya bisa diberhentikan oleh tidur.

“Lelucon-lelucon terus mengalir Hammu,” ujar sang guru menanggapi gelagat yang akan mengarahkan pikirannya untuk sedikit santai. “Tetapi berbagai problem sejarah akan tetap ada. Jumlah orang yang berpikir tentang nasib dan masa depan sangat sedikit. Oleh karena itu, aku tidak boleh meninggalkan mereka sendirian, terutama ketika aku menyaksikan para penguasa sekarang, para pemuja egoisme yang merajalela, memberikan kebebasan untuk melakukan apa pun, dan tidak peduli dengan bencana-bencana besar yang mereka sebabkan.” Apik sekali Bensalem Himmish menceritakan ilmuan Muslim besar abad pertengahan tersebut dalam novel sejarahnya ‘al-‘Allamah’ yang dalam edisi bahasa Indonesianya diterjemahkan oleh Ridwan ‘Ibnu Khaldun Sang Maha Guru.’

Mari kita beralih ke masa di mana jarak kita dengan Ibnu Khaldun enam abad lebih. Di hari ini hampir-hampir kita tidak lagi menemukan manusia seperti sang maha guru ini; pribadinya yang tidak pernah berhenti berpikir dan di dalam ketidakberhentiannya itu ia memikirkan persoalan besar. Persoalan lubang-lubang sejarah yang banyak pemimpin di masa-masa berikutnya juga terperosok ke dalamnya, dan anehnya mereka justeru tidak bersegera naik, tetapi menggali lebih dalam lagi. Juga tentang manusia di masa mendatang yang beliau inginkan bukan hanya bertambah secara populasi, namun manusia yang tersambung rantai nuraninya dengan para pemakmur bumi yang telah Tuhan percayakan.

Berapa lagi kearifan atau kebijaksanaan yang tersisa di hari ini. kita tumbuh dengan asuhan lingkungan yang kasar, yang orang-orangnya menjadikan plesiran, makan, minum, dan sek sebagai esensi kehidupan. Sementara masyarakat menyerahkan pedang kekuasaan kepada para pemimpinnya untuk kemudian digunakan menebas batang leher mereka sendiri. Apa yang dipikir dan dikeluhlah Ibnu Khaldun ratusan tahun silam boleh dikatakan belum berinsut sama sekali, yang ada bahkan semakin menggila.

Apa kita tidak punya ilmuan di hari-hari ini? ada, tapi banyak dari mereka tercerabut dari lingkungannya. Mereka menikmati pengetahuan untuk sekedar mengumpulkan kepingan-kepingan mata uang, bukan sebagai alat untuk mengangkat nilai kemanusiaan kita. Sementara beberapa tokoh agama abad ini hidup untuk sekedar menjadi koor yang mengaminkan segala hasrat para penguasa.

Orang-orang harus dibangunkan
Kesaksian harus diberikan
Agar kehidupan bisa terjaga

Pekik al marhum W.S Rendra

0 komentar: