Visitors

“Saya ingin membangun negara di mana semua orang bahagia di dalamnya. Tidak ada kebahagiaan kalau kita tidak merdeka. Tidak mungkin kita me...

Penguatan Basis Moral, Sebuah Upaya Pencegahan Korupsi

“Saya ingin membangun negara di mana semua orang bahagia di dalamnya. Tidak ada kebahagiaan kalau kita tidak merdeka. Tidak mungkin kita merdeka kalau kita tidak mampu mengelola pemerintahan kita sendiri. Tidak mungkin kita mengelola pemerintahan sendiri kalau tidak mengatur konstitusi sendiri. Tidak ada konstitusi yang efektif kalau tidak ada basis moral.”

Demikianlah di antara dialog bung Hatta dan para founding fathers di awal-awal persiapan kemerdekaan. Bahwa syarat utama dari kebahagiaan itu adalah moral. Tidak berarti semua tata aturan yang dibuat kalau tidak berdiri di atas moral yang kokoh. Karena usia sebuah bangsa yang manusianya berlawanan arah dengan regulasi yang dibuatnya sendiri, katanya tidak bisa dipegang, perilakunya tidak lagi bisa diteladani hanya akan menghitung hari.

Bila kita buka kembali sejarah, maka kita akan menemukan bahwa – di atas ilmu pengetahuan –moral-lah yang mengantarkan suatu kaum ke langit peradaban dan dan amoral-lah yang menguburkan mereka ke ceruk bumi yang paling dalam. Dan pada aspek moral inilah perbedaan asasi manusia itu sesungguhnya bila dibandingkan dengan makhluk lainnya.

Bila moral adalah istilah yang masih abstrak, maka keberesan hati, ucapan, dan sikap adalah bentuk wujudnya. Orang-orang yang bermoral adalah mereka yang tidak melawan arus kebenaran. Apakah arus kebenaran itu berasal dari agama atau kebudayaan yang telah menjadi consentaneity (persetujuan bersama) di antara mereka.

Sekarang kita rasakanlah angin yang berhembus di negeri kita ini, apakah angin kesegaran yang menumbuhkan pohon-pohon moralitas atau sebaliknya angin badai yang akan menumbangkan tonggak-tonggak ke-beradab-an kita.

Periksalah kembali kantong jiwa kita hidup bersama dalam satu negara, adakah ketulusan untuk memberi sebanyak-banyaknya seperti ungkapan John F. Kennedy itu “Ask not what your country can do for you; ask what you can do for your country. Jangan tanyakan apa yang Negara dapat perbuat untuk Anda, tetapi tanyakanlah apa yang dapat Anda perbuat untuk Negara.” Atau justeru kita telah menjadi predator seperti yang diungkapan Thomas Hobbes “Homo Homini Lupus. Manusia adalah serigala bagi sesama manusia” yang memangsa saudara sendiri dan meraup sebanyak-banyaknya, laiknya Monyet yang berlari dengan tangan, kaki, dan mulut penuh dengan makanan.

Dalam dunia birokrasi kita mengelola pemerintahan moral-lah yang semestinya menjadi panduan utama. Bahkan begitu kita bersepakat bahwa hukum adalah panglima tertinggi di negeri ini, maka di atas itu semua moral menempati puncaknya yang akan memandu untuk terwujudnya sebuah keadilan, bukan apa yang tertulis di buku-buku dan kita manusia membeku.

Para koruptor adalah mereka yang melawan dirinya sendiri. Sebelum merugikan banyak orang ia sedang mereduksi kehormatan dirinya terlebih dahulu, sehingga kecemasan dan ketakutan menghantuinya saban hari di mana pun dan kapan pun itu. 

Maka di sekolah atau kampus yang merupakan tempat penyemaian generasi masa depan, pelajaran moral sudah seharusnya tidak lagi berhenti pada teori, para guru-guru dan dosen adalah para moralis. Dan sekembalinya mereka ke rumah dan masyarakat mereka menemukan orang tua yang jelas angguk dan gelengnya,  menjumpai lingkungan yang satu kata dan perbuatannya. Dan di wajah para pemimpin mereka tidak lagi melihat senyum yang bercabang.

“Bapak tak ingin orang-orang beli bunga di toko itu karena jabatan bapak,” demikian Merry Roeslani menyampaikan kenapa toko bunganya ditutup, karena suaminya Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso (pada waktu itu masih perwira) esok harinya akan diangkat sebagai dirjen imigrasi masa itu.

Sebuah pilihan sikap dan perilaku yang lahir dari kekuatan moral, sehingga semua jalan untuk lahirnya tindakan koruptif, atau bahkan hanya sekedar memunculkan sangkaan ia bersegera untuk menutupnya.

“Jika hendak mengenal orang berbangsa/Lihat kepada budi dan bahasa/Jika hendak mengenal orang yang berbahagia/Sangat memeliharakan yang sia-sia/Jika hendak mengenal orang mulia/Lihatlah kepada kelakuan dia.” Demikian Raja Ali Haji menegaskan dalam Gurindam dua belasnya.

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Hari Anti Korupsi Internasional yang diselenggarakan KPK dan Blogger Bertuah Pekanbaru.



2 komentar: