Bila ketika DM 1 materi yang disuguhkan kepada para peserta lebih
banyak pada persoalan pemahaman dasar keislaman dan KAMMI sebagai salah satu
dari organisasi kemahasiswaan/kepemudaan, maka di DM 2 terjadi pengembangan
materi atau tepatnya pendalaman, dengan ditambah materi terkait dunia bersosial
kita. Semua itu tentunya bersangkut paut dengan orientasi yang ingin dicapai,
yaitu syahsiyah da’iyah (karakter sebagai seorang reformis) dari sebelumnya
ketika DM 1 tujuan utamanya hanyalah syahsiyah Islamiyah (karakter
seorang muslim yang taat). Bila semasa DM 1 kader menjadi shaleh, maka DM 2 itu
diharapkan muncul kader yang muslih.
Karena itu materi-materi seperti ‘Rekayasa Sosial’, ‘Problematika
Indonesia Paska Reformasi’, ‘Studi
Kepemimpinan Dua Umar; Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz’ adalah di
antara upaya penanaman fikrah seorang dai yang mengerti dengan realitas sosial
dan dengan pemahaman itu dia melakukan perubahan. Dan perubahan yang diharapkan
itu tentunya adalah yang berkesesuaian dengan kehendak Allah Swt, seperti yang pernah
direalilasikan oleh dua orang Umar dalam sejarah kepemimpinan Islam.
Tentu dalam realitasnya tidaklah semudah itu, tetapi paling tidak inilah
kerangka berfikir yang ditanamkan kepada kader yang suatu saat nanti mereka
akan mengisi pos-pos kehidupan berbangsa ini. Dinamika persoalan dan tantangan
kehidupan bisa jadi berbeda dengan mereka yang memimpin ratusan tahun silam,
tetapi tetap saja mempunyai benang merah untuk bisa berdiri di barisan yang
sama dengan mereka, dan benang merah itu adalah; perbaikan yang diawali dari
diri sendiri sehingga muncul keteladanan dan integritas diri, kompetensi diri (keilmuan
dan kepemimpinan), sifat melayani tampa pamrih, keadilan, dan keinginan pada
tumbuhnya semangat keberagamaan masyarakat.
Sementara materi ‘Tafsir Paradigma Gerakan KAMMI’ adalah materi penajaman
pemahaman pada visi dan misi KAMMI, prinsip gerakan KAMMI, paradigma gerakan
KAMMI, unsur perjuangan KAMMI, dan kredo gerakan KAMMI. Dengan landasan inilah
para kader KAMMI bergerak, beraktivitas, terlibat dalam berbagai dinamika
bangsa, dan tentunya itu semua dalam upaya merealisasikan visinya sebagai wadah
perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpin dalam upaya
mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang Islami.
Empat hari berada dalam ruangan diskusi yang melelahkan, namun sangat
menikmati. Mas Rijalul Imam yang masa itu menjabat kaderisasi pusat
menyampaikan narasi-narasi KAMMI ke depannya. Anton Minardi yang merupakan
dosen di Universitas Pasundan (Unpas) tampil dalam bahasan bukunya yang
berjudul ‘Konsep Negara dan Gerakan Baru Islam Menuju Negara Modern Sejahtera:
Pemikiran Politik Revivalis Islam, Partai Keadilan Sejahtera dan Hizbut Tahrir
Indonesia.’ Begitu pun dengan pemateri-pemateri lainnya yang tampil dengan
bahasan menarik yang langsung dihujani komentar dan pertanyaan peserta begitu pintu
diskusi dibuka.
Bila siang hari peserta berada di ruangan dalam diskusi-diskusi
yang hangat, maka malamnya kami mesti kembali ke tenda-tenda yang berada di
alam terbuka dengan dingin yang menggigit. Dan di tengah malam, memasuki hari
kelima peserta semuanya dikejutkan dengan suara-suara panitia yang penuh
ketegasan. Berkumpul dan berbaris berkelompok, sementara di tangan mesti sudah
terpegang peralatan yang dulu sudah diwajibkan untuk dibawa, seperti senter,
tali temali, dan lainnya.
Malam itu, sekitar pukul dua dini hari kami diminta berjalan
melewati persawahan penduduk yang nantinya berujung di kaki gunung Kujang. Dan di
pegunungan itulah esok harinya peserta mesti melewati berbagai macam halang
rintang, termasuk sesi terakhir adu fisik antar kelompok. Penat, lecet, haus
dan lapar namun riang dalam dekapan ukhuwah.
Bagi seorang aktivis tidak hanya dialektika pemikiran yang
dibutuhkan, tetapi juga kekokohan fisik sebagai kendaraan bagi kecermelangan
ide dan gagasannya tersebut. Dan qowiyul jism (kekuatan fisik) itu merupakan
salah satu karakter yang mesti dimiliki kader dakwah Islam.
Masa depan itu tersimpan dalam genggaman Tuhan, Dialah yang Maha
Mengetahui di mana, kapan, dan dalam kondisi seperti apa kita di waktu itu. Hari-hari
ke depan bagi para aktivis dakwah Islam adalah hari-hari yang berat. Kita
terpisah jauh dari sang nabi, dan beliau pernah menyampaikan bahwa generasi
terbaik adalah generasi yang semasa dengannya, kemudian sesudahnya, kemudian
sesudahnya, dan begitu seterusnya.
“Waa’iddu lahum mastatho’tum minquwwah”
“Persiapkanlah untuk menghadapi mereka segala kekuatan yang kalian
sanggupi”
(QS 8:60)
0 komentar: