Visitors

Awal tahun dua ribuan adalah tahun-tahun Aa Gym mulai naik daun. Seorang dai yang selalu berpenampilan menyejukkan dengan sorban yang melil...

Sepuluh Tahun Bersama KAMMI (bagian 13)

Awal tahun dua ribuan adalah tahun-tahun Aa Gym mulai naik daun. Seorang dai yang selalu berpenampilan menyejukkan dengan sorban yang melilit di kepalanya. Ceramah-ceramahnya selalu disesaki dan diminati pendengar, termasuk ketika ia tampil di masjid Istiqlal dengan dihadiri presiden Indonesia ke empat, Megawati Soekarno Putri. Demokrasi kita yang baru saja berbenah di berbagai sektor memang membukakan peluang bagi siapa pun untuk mendirikan panggungnya masing-masing, walaupun terkadang itu euforia yang meledak-ledak bagai tanggul yang jebol paska kediktatoran rezim yang berlangsung puluhan tahun lamanya.

Buku yang berjudul Aa Gym dan Fenomenan Daarut Tauhiid yang diterbitkan Mizan adalah di antara buku yang saya gemari dan koleksi masa itu di pesantren. Buku itu mengisahkan perjalanan hidup beliau hingga muncul ke publik dengan falsafah ‘Menajemen Qalbu.’ Berasal dari keluarga dengan asuhan yang disiplin karena ayahnya merupakan seorang tentara, berinteraksi dengan saudara yang saling menasehati, merintis usaha ketika sekolah dan kuliah dengan semangat mandiri, terlibat di berbagai organisasi, dan juga perihal membuncahnya hati begitu mendengar kumandang Azan.

Sosok Aa Gym betul-betul oase di tengah situasi bangsa yang masih menghadapi turbulensi. Tahun-tahun itu adalah tahun politik yang gaduh dengan siklus kepemimpinan yang belum stabil. Partai-partai politik bermunculan sesaat, untuk kemudian menyusut dan hilang entah ke mana setelah deal kesepakatan bergabung dengan partai politik lainnya yang telah lulus verifikasi. Maka di tengah situasi itulah Aa Gym dengan keteduhan wajah, kelembutan kata-kata dan kecernihan hati muncul untuk mengingatkan bahwa ada organ penting yang perlu kita selamatkan dalam kondisi bangsa yang karut-marut itu.

Jagalah hati jangan kau kotori
Jagalah hati lentera hidup ini
Jagalah hati jangan kau nodai
Jagalah hati cahaya Illahi

Dan malam itu, bertahun kemudian. Di sepertiga malam ketika semburat cahaya Bulan timbul tenggelam di sela mega-mega yang berarak, ketika para Malaikat mengetuk pintu-pintu rumah yang penghuninya terjaga dalam kesyahduan zikir pada Tuhanya, saya dibangunkan teman-teman KAMMI yang lagi mabit bersama di masjid Darut Tauhid, Geger Kalong-Bandung. Sementara di mihrab lelaki itu telah berdiri dalam shalatnya. Aa Gym.

Tentu saja saya terkesiap, inilah sosok yang beberapa kaset ceramahnya dulu saya koleksi, ditunggu-tunggu kapan munculnya di Televisi dan sangat kesal begitu nongol teman yang lain justeru memindahkan ke chanel yang berbeda. Dan juga sosok yang berhasil sesaat merubah gaya berpidato saya dari Zainuddin MZ style menjadi kesunda-sundaan.

Setelah Subuh ia lanjutkan dengan tausyiah yang terhubung dengan Radio pesantren Darut Tauhid tersebut. Pesan-pesan dan nasehatnya bagai air dingin yang menyelusup ke sanubari, mengingatkan diri yang berjarak jauh dengan para salafus shaleh, baik waktu, ibadah, mau pun kontribusi pada agama.  Sesi Subuh itu kemudian ia tutup dengan untaian doa, dan doa-doa itu mengundang air mata.

Wahai Tuhanku! Aku bukanlah ahli surga, tapi aku tidak kuat dalam neraka Jahim
Maka berilah aku taubat (ampunan) dan ampunilah dosaku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dosa yang besar

***

0 komentar: