Para
jamaah yang mengantuk memang harus mengevaluasi diri mereka, tetapi juga yang jauh
lebih penting adalah khatibnya.
Untuk
kesekian kalinya saya khutbah Jumat di masjid Nurul Haq.
Masjid
ini berada di jalan Duyung, dan berseberangan dengan lembaga Tafaqquh yang
didirikan oleh ustadz Dr. Musthafa Umar.
Lembaga
yang ustadz Abdul Somad, Lc. MA juga berada di dalamnya.
Masjid
ini juga bernaung di bawahnya.
Dan
saya pun ikut berteduh di sana.
Sampai
hari ini saya jarang atau mungkin tidak pernah mengawali khutbah Jumat dengan
muqaddimah berbahasa Indonesia, termasuk wasiat.
Tetapi
yang terakhir ini saya pernah didatangi oleh salah satu jamaah perihal kenapa
tidak ada wasiat ketika khutbah.
Sudah
Pak dalam bahasa Arab
Tapi
nasehatnya bagus dan saya terima, bahwa sebagian jamaah tidak atau belum
memahami wasiat dalam bahasa Arab tersebut. Untuk berikut-berikutnya saya coba
cari cara menyampaikan wasiat taqwa tersebut dengan bahasa yang tidak terlalu
klise.
Misalnya
Amma
ba’du:
Waktu
terus berjalan, usia kita terus bertambah. Apakah kita semakin taat? Karena itu
mari terus meningkatkan ketaqwaan kita pada Allah Swt.
Atau
Semoga
kita yang hadir ini tadi Subuh telah membuka hari dengan sholat berjamaah,
dengan demikian semoga ketaatan dan ketaqwaan kita kian meningkat.
Bukan
Marilah
kita tingkatkan ketaqwaan kita, dengan cara mengerjakan semua perintah-Nya dan
meninggalkan semua larangan-Nya.
Sementara
untuk muqaddimah sekali lagi tidak saya lakukan dalam bahasa Indonesia. Begitu
wasiat selesai maka saya akan masuk pada bahasan atau konten khutbah. Sebab
menurut saya muqaddimah itu termasuk mengundang kantuk jamaah.
Terkadang
bahkan saya awali setelah amma ba’du: semoga pada penyampaian khutbah di siang
hari ini jamaah tidak ada yang mengantuk. Nah, dengan demikian umumnya mereka
akan melangak ke depan, termasuk yang tadi sudah mulai tertunduk dan
terangguk-angguk.
Terkadang
waktu saya selipkan pepatah petitih, petuah-petuah melayu.
Tidak
terpaku ke teks itu juga upaya lain untuk mengusir kantuk pendengar. Bahkan
dalam pidato terbaik itu ada istilah ekstemporan, yaitu pidato dengan hanya
mempersiapkan kerangkanya saja. Dengan demikian Si pemidato juga lebih bebas
memandang jamaah, tanpa harus terpaku pada naskah atau kelupaan pada bahan
karena memakai metode hafalan.
Tidak
berpanjang-panjang juga adalah anjuran lain dalam menyampaikan khutbah,
sehingga potensi hadirin untuk mengantuk sedikit terkurangi karena daya tangkap
atau tingkat fokus pendengarannya masih tinggi.
Saya sendiri memilih paling lama 15 menit saja.
Dan terakhir,
ada baiknya menggunakan metode cerita atau menyelipkan kisah dalam penyampaian
khutbah tersebut. Umumnya orang lebih mudah mengingatnya, tidak mudah
tersinggung, menginspirasi dan memunculkan semangat dan motivasi.
Karena itu pada khutbah tadi siang saya menyampaikan kisah sahabat nabi, Abu Dujanah.
Karena itu pada khutbah tadi siang saya menyampaikan kisah sahabat nabi, Abu Dujanah.
0 komentar: