Alhamdulillah
agenda "Dari Alumni untuk Santri" kemaren pagi, 17 Januari 2018
berjalan dengan sangat baik. Agenda ini murni diinisiasi oleh alumni yang ingin
mengisi secara produktif sebagian waktu liburan semester mereka dan sekaligus
menjadi bagian dari serangkaian agenda milad 10 tahun Al-Ihsan Boarding School
(IBS) Riau.
Saya
tidak akan berpanjang pada proses koordinasi sebelum pelaksaan agenda ini,
tetapi lebih kepada inti hari H-nya saja.
Ada
lima pembicara, 1 dari angkatan pertama (Janiarni Toha S), 3 dari angkatan
kedua (Tholhah. Muhammad Syahid, M. Novrianda, Zainab) dan 1 pula dari angkatan
ketiga (Atika Helmiati). Masih minus dari angkatan keempat. Agenda ini
dimoderatori oleh Adinda Dian R yang juga dari angkatan kedua.
Diawali
oleh Janiarni atau biasanya yang dipanggil Uty yang berbicara terkait menajemen
perkuliahan. Putri kini semester 7 di UIN Suska Riau pada jurusan Pendidikan
Bahasa Arab (PBA) dan hampir menyelesaikan skripsinya, namun cepatnya tuntas
dalam tugas belajar tidak menghalanginya untuk terlibat dalam ragam organisasi
dan kegiatan sosial. Bahkan pernah suatu ketika ia membantu seorang ibu yang
anaknya belum bisa membaca (semestinya sudah) dan sering ketukar menyebutkan
warna. Dengan kuasa Allah Uty berhasil, sampai-sampai ibu si anak tersebut
menangis mengucapkan terima kasih melihat perkembangan anak-anaknya.
Uty
juga menceritakan tentang pergaulannya dengan siapa pun (selama positif). “Lihatlah
ikan di Samudera yang tidak berubah rasa walau lautnya asin” demikian ungkapnya
menceritakan pesan bundanya. Dan dengan prinsip bergaul tanpa pandang bulu
itulah ia bisa mengajak orang-orang pada kebaikan.
Berikutnya
sebelum jeda istirahat Dinda mempersilahkan Zainab. Bila putri berdiri dan maju
ke muka seperti guru yang memang itu jurusannya, maka Zainab memilih duduk
saja, tetapi lantang suaranya.
Dengan
logat anak Jakarta (but not slank style) Zainab memaparkan jiwa
organisatorisnya yang telah tumbuh sejak di IBS yang berganti-ganti bidang.
Memang dulu di IBS awalnya BES bernama OPSI (Organisasi Pelajar Santri IBS),
ketika saya diamanahkan pak Kiyai 2011 sebagai pembina OPSI pak Kiyai
mempersilahkan mencari alternatif nama lain, maka disepakatilah Badan Eksekutif
Santri (BES) dengan harapan lebih menumbuhkan jiwa kepemimpinan pada santri
yang ketuanya dipanggil Presiden, dan ketua bidangnya sebagai Menteri. Nah
ditahun-tahun itu baru ada kelas 4 (angkatan pertama), maka digantikan-gantikan
pertahun kepengurusan BES antara kelas 4 dan 3, hingga bidang yang diamanahkan
pada mereka pun bertukar-tukar dalam setiap kepengurusannya.
Kembali
pada Zainab, ternyata apa yang terjadi di BES bertahun silam itu berdampak pada
dirinya. Terlibatlah dia di BEM ketika berada di kampus STEI SEBI dan ragam
kegiatan/gerakan sosial lainnya.
Semangat
peserta putri Madrasah Aliyah (MA) IBS yang sewaktu-waktu meneriakkan takbir
dan bertepuk tangan itu mesti diantarai oleh jam istirahat lebih kurang 20
menit lamanya. Baru kemudian nantinya dilanjutkan oleh Atika Helmiati yang
semenjak memasuki UIN Suska Riau telah mendirikan sebuah lembaga training dan
menasbihkan dirinya sebagai motivator muda. Atika ini jugalah yang memantik
pertama kalinya untuk mengadakan acara Talkshow pagi tersebut.
Tika
orangnya selalu semangat, optimis, sesuai dengan peran yang tengah digelutinya.
Penyampaiannya jelas dan pastika terkadang cukup kocak. Demam panggung
sepertinya telah lama pergi dari dirinya, sehingga dalam setiap ritme
penyampaian selalu bernas dan PD tingkat tinggi.
Sesi
berikutnya Novrianda mendapatkan kesempatan bicara. Alumni yang kini menjadi mahasiswa
Tekhnik Kimia Universitas Riau yang hafal Al-Quran ini bicara penuh ketawaduan,
tidak berapi-api. Pesannya sarat makna, bagaimana santri ketika di pondok punya
target menghafal Al-Quran dan begitu tamat, memasuki dunia luar tetap menambah
hafalan, paling tidak mampu mempertahankan hafalan yang sudah ada.
Sejak
dia memasuki kampuslah maka di UR berdiri Lembaga Pengembangan Insan Qurani
(LPIQ). Keterlibatannya dengan ragam kegiatan di kampus pun tak menghalangi
ikut di berbagai komunitas remaja/pemuda eksternal kampus, seperti Forum Pemuda
Remaja Masjid (FPRM) kota Pekanbaru, Jaringan Pemuda Remaja Masjid Indonesia
(JPRMI) Rumbai Pesisir, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, Karang Taruna, dll.
Terakhir
kesempatan diberikan pada pengusaha muda, Tholhah yang telah mendirikan perusahaan
Tomasyahid Group yang bergerak pada percetakan, photograph, design dan cyber.
Awalnya sempat kuliah sebentar di STEI SEBI Bogor, kemudian meninggal bangku
perkuliahan untuk kemudian lebih menekuni dunia bisnis. Kini usahanya masih
baru itu telah mampu mempekerjaan 4 orang karyawan dan memiliki omset lebih
kurang 20 juta setiap bulannya.
Saya
dan beberapa guru yang berada di aula cukup menikmati penyampaian mereka.
Terkadang juga ada celetukan dari adik-adiknya sebagai pendengar yang
mengundang tawa. Tetapi di dalam sana ada kesyukuran yang luar biasa melihat
dan mendengarkan penyampaian berbagai aktivitas mereka di luar sana.
Zainab
bahkan menceritakan bahwa setamat SMP IT di IBS ia sempat berpindah sekolah ke
Tanah Jawa sana, tetapi tidak bertahan, ia pindah ke salah satu sekolah di
Pekanbaru. Namun akhirnya ia kembali ke IBS, katanya tidak didapati di luar
sana apa yang ada di IBS. Padahal kalau di lihat di IBS kesibukan dengan runut
kegiatan sangatlah padat; jam 03.30 sudah berdatangan ke masjid, tahajud
menghafal dan tilawah Al-Quran dan sejak
itu adalah jam-jam perpindahan dari satu kegiatan berikutnya. Sholat lima waktu
berjamaah, sholat Duha, menghafal dan memurojaah Al-Quran, Tapak Suci,
Taekwondo, muhadoroh 3 bahasa, membaca dan menghafal hadits, pramuka, latihan
nasyid, mentoring, persiapan pentas panggung bahagia, persiapan lomba, dan
bertumpuk kegiatan lainnya. Apakah menikmati? Tetapi itulah yang mereka lalui
sepanjang hari, sepanjang minggu, bulan dan tahun-tahun. Dan bahkan di
sela-sela itu masih kita lihat yang membaca buku di berbagai kesempatan.
Tinggal
di kamar dengan jumlah sekian orang, belajar di saung, antri ketika mandi dan
mengambil makanan. Libur hanya sekali dalam 3 bulan, bahkan ketika Ramdhan
santri “itikaf dulu di pesantren sebelum pulang, begitu dengan Aidul Adha yang
tetap di pondok dan iuran untuk belajar berkurban. Apakah menikmati? Tetapi itu
mereka lalui dan ceritakan.
Uty
juga mengungkapkan bahwa ia yang masuk ke IBS setelah tamat SMP di luar,
kemudian setelah satu tahun setengah kembali menyambung sekolah MA-nya di Kepri
juga menceritakan bagaimana hari-hari sibuk di IBS itu sangat dinikmatinya.
Helmiati
pun menanggapi pertanyaan dari salah seorang peserta terkait dengan lambatnya
menghafal Al-Quran. Jawabnya pendek dan menyentak, “Bersyukurlah kalau
menghafal Al-Quran dan lambat masuknya, itu artinya Allah ingin kita selalu
mengulang-ulang Al-Quran dan begitu hafal ia akan bertahan lama.”
Itu
juga yang dikuatkan oleh Novrianda bahwa orang-orang yang selalu bersama
Al-Quran adalah keluarga Allah seperti yang disebutkan hadits rasulullah Saw.
Sementara
apa yang digeluti oleh Tholhah dengan menjadi pengusaha adalah merupakan hal
yang juga asasi. Umat ini mesti kembali kepada sumber-sumber kekuatannya, salah
satunya itu adalah kesadaran pentingnya ekonomi.
Pada
sambutan saya di awal saya sampaikan bahwa mereka yang telah jadi alumni dan
bertebaran di luar sana adalah duta Islam, menjadi penggerak yang mengajak umat
ini untuk kembali kepada fitrahnya yang mulia. “Setiap kali ada gerakan-gerakan
kebaikan di luar sana, maka antum menjadi bagian dari kepingan kebaikan itu.
Masuklah, terlibatlah di berbagai kegiatan atau gerakan sosial, komunitas.
Sehingga berlahan peradaban itu kita genggam kembali.”
Pagi
itu, kami guru-guru yang berada di ruangan terharu sekaligus bangga pada
mereka. Kembang kebaikan yang setiap hari disirami dan dirawat perlahan mulai
mekar. Dalam pesan singkat pak Kiyai menyampaikan kalau bisa diadakan setiap
bulan agenda seperti ini dengan pembicara alumni yang berbeda.
Alumni
IBS yang sekarang ratusan jumlahnya tersebar di berbagai kampus dalam dan luar
negeri (Turki, Mesir, Malaysia, Jerman, Sudan, dan Perancis). Tetapi apa yang
disampaikan oleh Dinda sebagai moderator pada penutupan sesi sangat menarik,
“Rasul Saw menyuruh kita menuntut ilmu, tetapi Rasul tidak menyebutkan di mana
tempatnya. Itu artinya di mana pun kita belajar maka mestilah
bersungguh-sungguh.”
Memang
bila kita ingin menyelamatkan masa depan sebuah bangsa, bahkan peradaban, maka
mesti kita mulai dari manusianya. Dan mendidik mereka adalah bagian dari
tindakan kita yang merindukan masa depan yang lebih baik bagi bangsa, negara,
umat manusia, dunia dan akhirat. Semoga.
0 komentar: