![]() |
foto: dokumen pribadi |
Di
usia dunia yang semakin sepuh ini tidak banyak manusia yang sampai umurnya
hingga 70 tahun. Memang persoalan ini di tangan Tuhan, tapi realita di lapangan
banyak kita temui orang-orang yang telah kembali sebelum sempat menginjak usia
70 tahun. Dan itulah sebabnya bagi mereka yang menapaki usia tersebut
seringkali kita menyebutnya sebagai usia bonus. Mereka adalah orang-orang yang sempat
menyaksikan generasi ketiga bahkan keempat.
Satu
di antara mereka itu adalah Prof. Dr. Muchtar Ahmad, M.Sc. Seperti yang terekam
dalam buku yang ditulis oleh Muhammad Amin ini sebagai kado 70 tahun Sang Guru
besar tersebut. Lahir di Muara Rumbai pada tahun di mana Bung Karno dan Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari keluarga yang miskin. Ayahnya yang
bernama Ahmad menghidupi keluarga dengan cara berladang dan menjual makanan ke
pasar sekali sepekan. Sementara ibunya Latifah membuka usaha menjahit di rumah.
Sehingga di antara pekerjaan masa kecil Muchtar Ahmad kala itu adalah memasang
kancing baju-baju jahitan ibunya.
Tetapi
terlahir dari keluarga miskin bukan berarti rintangan baginya untuk mengurangi
kadar impian atau cita-cita. Ia mengawali Sekolah Dasar (SD) di kampung
halamannya, Muara Rumbai. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama
(SMP) di Pasir Pengaraian. Sementara untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)
dan Perguruan Tinggi Muchtar Ahmad mesti pergi ke ibu kota Provinsi, Pekanbaru.
Semasa itu belum ada transportasi umum, sehingga Muchtar Ahmad mesti mengayuh
sepeda sejauh 200 km.
Selepas
menyelesaikan strata satu (S1) Muchtar Ahmad mendapatkan kesempatan untuk
melanjutkan studinya ke Jepang melalui beasiswa Monbusho. Di negeri Sakura
inilah beliau menempa diri dengan dunia Akademis – yang nanti banyak
mempengaruhi cara beliau juga dalam mengajar mahasiswanya – yang sangat
disiplin, terlibat dalam berbagai penelitian, dan tentunya juga aktif dalam ragam
aktivitas organisasi kemahasiswaan.
Sisi
kiprah dan buah pikiran beliau bagi daerah, nasional dan dunia internasional
juga diulas dalam buku setebal 424 ini. Buku ini dibagi menjadi dua bagian;
bagian pertama tentang biografinya, sedangkan bagian kedua bunga rampai berupa
tulisan testimoni dari 32 orang teman, kolega, dan orang-orang yang pernah
bersentuhan dengannya. “Pak Muchtar bukan baling-baling di atas bukit yang
berputar mengikut arah angin. Pak Muchtar juga bukan tepian sungai yang selalu
beranjak setiap kali air bah. Pak Muchtar adalah batu karang, yang tidak goyah
oleh gelombang.” Demikian di antara testimoni yang dituliskan oleh Hj. Azalini
Agus.
Pengabdian
tiada jeda di sepanjang batang usianya membuat kita merenungi diri sendiri,
seraya bertanya sudah seberapa persen-nya-kah potensi yang telah kita ulurkan
buat negeri ini? Selamat Membaca.
Judul : Muchtar Ahmad sang Pionir
Penulis : Muhammad Amin
penerbit : PT Sagang Intermedia
Cetakan : Pertama, September 2015
Tebal : xxvi + 424 halaman
0 komentar: