Visitors

foto:http://www.gala.de  “This is where I will begin, but it is not where I will stop. I will continue this fight until I see every ch...

Malala Yousafzai

foto:http://www.gala.de 
“This is where I will begin, but it is not where I will stop. I will continue this fight until I see every child, every child in school.”

Memukau, menyedihkah dan merindukan, inilah tiga kata yang saya kira tepat menggambarkan pidato (Nobel Lecture) Malala Yousafzai di Oslo Norwegia pada 10 Oktober 2014 yang lalu. Memukau karena memang dia tampil dengan elegan, setelan pakaian rok Oren dan baju kaus Biru dipadukan dengan penutup kepala berwarna Merah muda seakan memberikan pesan bahwa dia bukan seorang muslimah yang antipati dengan warna – perbedaan – dengan hanya memakai pakaian hitam polos.

Selintas melihat kita tidak akan percaya bahwa ia seorang remaja yang berumur 17 tahun. Kemampuan retorikanya yang mengagumkan hadirin dengan tanpa grogi atau demam panggung sedikit pun. Kata-perkata mengalir dengan tenang, sesekali meninggi sesuai dengan pesan yang hendak ia tekankan untuk dijadikan keresahan bersama.

Begitu pun dengan gesture (gerakan) tangan dan matanya yang sepertinya telah terbentuk apa adanya sebagai gambaran bahwa untuk urusan panggung dia bukanlah pendatang baru. Sedangkan teks atau pun catatan yang berada di tangannya hampir-hampir tidak dilihat, karena matanya selalu memandang ke segenap hadirin. Sisi lainnya menunjukkan juga bahwa apa yang ia sampaikan sudah menjadi bagian dari dirinya dan mengalir di jalan-jalan darahnya.

Ada pun sisi menyedihnya adalah isi (content) yang ia sampaikan. Cerita hidupnya yang masih dipangkal jalan dengan sandungan yang tidak terbilang, bahkan nyawa taruhannya. Cerita langit yang masih mendung di jalan pendidikan anak perempuan khususnya dan anak-anak pada umumnya.

"Ini adalah untuk anak-anak yang terlupakan dan ingin mendapatkan pendidikan. Ini untuk mereka anak-anak yang ketakutan yang menginginkan perdamaian . Ini untuk anak-anak yang terbungkam yang menginginkan perubahan. Saya di sini untuk membela hak-hak mereka, menyerukan suara mereka. Ini bukan waktunya untuk mengasihani mereka. Ini adalah waktu untuk mengambil tindakan sehingga saat ini menjadi saat terakhir kali kita melihat seorang anak tidak mendapatkan pendidikan."

Sementara merindukan, adalah kata yang saya pribadi dan kita semua memang mendambakan hadirnya generasi dengan kepedulian yang telah melampaui diri secara individu. Generasi yang mau membuka matanya bahwa sangat banyak tugas kemanusiaan yang mesti dituntaskan. Generasi yang tidak sibuk pesta, yang mudah layu, yang ingin mendapatkan segala sesuatu tanpa berpikir dan kerja keras (instan).

Kini penerima Nobel Perdamaian (Nobel Prize) itu melanglang buana ke berbagai negara untuk mengkampanyekan harapannya tersebut. Pada pidatonya di Parlemen Eropa (European Parliament) ia mengatakan tentang anak-anak di berbagai belahan dunia, “They do not want an iPhone, a PlayStation or chocolates, they just want a book and a pen.”


Tulisan ini bertema Hari Anak Nasional sebagai tugas Kelas Menulis Blog Seru #2
(Semoga anak-anak di negeri ini pun tumbuh pada diri mereka jiwa-jiwa pejuang)

4 komentar: