
Itu sebabnya setakat ketua komisariat dan koordinator kaderisasi
mestilah mereka yang telah menyelesaikan jenjang kaderisasi tingkat dua ini. Mereka
menjadi dinamo di sana untuk memastikan bergeraknya roda organisasi. Sementara
untuk kepengurusan KAMMI di tingkat daerah harus sudah dipastikan bahwa secara
umum minimal mereka yang sudah berstatus AB 2 tersebut.
Dan di dalam Indeks Jati Diri Kader (IJDK) AB 2 – Manhaj
Pengkaderan KAMMI terbaru – akan kita dapati pencapaian-pencapaian AB 2 yang
harus sudah tumbuh di dalam dirinya dalam beberapa bagian; Pertama, sisi
aqidahnya seperti meneguhkan aqidah dengan prinsip al-wala wal barra. Kedua,
fikrah dan manhaj perjuangan seperti mematangkan pemahaman akan filosofis
gerakan KAMMI. Ketiga, ibadah seperti membiasakan diri membaca al-Quran
minimal setengah juz setiap hari. Keempat, tsaqofah keislaman seperti
memahami gerakan-gerakan Islam di Indonesia. Kelima, wawasan
ke-Indonesiaan seperti memahami konsep demokrasi. Keenam, kepakaran dan
profesionalitas seperti memahami disiplin ilmu yang sedang digeluti. Ketujuh,
kemampuan sosial politik seperti mampu menganalisa tren politik yang sedang
berkembang. Kedelapan, pergerakan dan kepemimpinan seperti merdeka dalam
menentukan pilihan. Dan Kesembilan atau terakhir adalah sisi
pengembangan diri kader, sehingga mereka diharapkan bisa menjadi pribadi
pembelajar.
Untuk mencapai itu semua, maka didukunglah dengan program-program atau
suplemen lainnya, seperti MK 2, Daurah Pemandu Madrasah KAMMI (DPMK) karena
mereka ini akan menjadi pemandu bagi kader KAMMI yang AB 1, bergabung dalam Forum
Pemandu, Training for Instruktur (TFI), dan Halaqah Instruktur.
Tentunya yang tak ketinggalan adalah pengayaan Mantuba seperti buku
Sirah Nabawiyah karya DR. Ramadhan Al-Buthi, Fiqh Dakwah karya
Syaikh Musthafa Masyur, Zionisme Gerakan Menakhlukkan Dunia karya Z. A. maulani,
Manhaj Haroki karya Syaikh Munir Al-Ghadban, Sejarah Umat Islam karya
Buya Hamka, Teori Politik Modern karya S.P. Farma, dan Self Driving
karya Prof. Rheinal Kasali.
Are leaders born or made? Demikian
di antara pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul dalam berbagai diskusi
kepemimpinan. Ada yang mengatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan, tetapi saya
lebih meyakini bahwa Pemimpin (dengan P besar) itu mestilah dibentuk. Mereka juga
lahir, namun lahir dari berbagai tempaan kehidupan yang tidak hanya menyediakan
kenyamanan tetapi hidup yang bersabung nyawa.
Para pemimpin yang mempadakan diri pada garis keturunan – tanpa niat
meningkatkan kualitas dirinya terus menerus – hanya akan menjadi pemimpin
dengan sandaran yang rapuh pada kejayaan buyutnya di masa lalu. Kalaupun orang-orang
menaruh hormat padanya itu bukan pada personal individunya, tetapi lebih karena
di dalam dirinya mengalir sisa darah dari pemimpin berjasa di masa sebelumnya.
Jangankan manusia biasa, para nabi dan rasul yang kepemimpinan
mereka merupakan anugerah Tuhan pun ditempa dengan tempaan yang berat. Tetapi dengan
semua itulah mereka tumbuh dewasa dan penuh kematangan dalam segala tindakan
kepemimpinannya.
Bergabung di KAMMI adalah pilihan diri yang dibangun di atas
kesadaran. Ini adalah sekolah kepemimpinan (school of leadership), dan pemimpin
sesungguhnya itu bekerja dan bergerak di luar hitungan waktu.
***
0 komentar: