Visitors

"Jannatul athfal" demikianlah judul cerpen Naguib Mahfouz yang kemudian diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh M. Fudoli Zaini m...

Tuhan di Mata Anak

"Jannatul athfal" demikianlah judul cerpen Naguib Mahfouz yang kemudian diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh M. Fudoli Zaini menjadi "Surga Anak-anak."

Hampir semua isinya dialog.

Saya menghitung hanya pada 21 kalimat dan paragraf yang tidak, itu pun berfungsi sebagai pengantar untuk dialog berikutnya.

Tema dan bahasannya sangat menarik, perkara seorang anak yang mengadukan pada orang tuanya bahwa di kelas ia dan temannya yang bernama Nadia dipisahkan pada pelajaran agama karena berbeda keyakinan.

Saya kutipkan bagian awalnya saja:

"Bapak!"

"Ya?"

"Saya dan teman saya Nadia selalu bersama-sama."

"Tentu, Sayang. Diakan sahabatmu."

"Di kelas, pada waktu istirahat, dan waktu makan siang."

"Bagus sekali. Ia anak yang manis dan sopan."

"Tapi waktu pelajaran agama, saya di satu kelas dan ia di kelas yang lain."

Nah, di situlah pangkal kebingungan orang tuanya nanti memilihkan jawaban yang pas buat anak mereka yang saya kira baru di awal-awal sekolah dasar usianya.

Sebab pada dialog-dialog berikutnya anak tersebut menanyakan mana agama yang bagus, agamanya dianutnya Islam atau agama temannya Kristen.

Di mana Tuhan?

Apa beda Tuhannya dengan Tuhannya Nadia?

Kenapa Tuhan Nadia di bumi sementara Tuhannya di langit?

Ke mana perginya orang yang telah mati?

Apakah saya ke surga dan Nadia ke neraka?

Sempat terucap oleh orang tuanya bahwa besok saja bertanya hal-hal itu, kalau sudah besar. Bahkan ibunya sampai menghardiknya.

Sebagai pemenang nobel sastra tahun 1988 Naguib Mahfouz tak diragukan lagi kepiawaiannnya dalam meramu cerita, termasuk pada kisah yang satu ini.

Tetangga saya depan rumah yang beragama Nasrani tak luput menguras otak saya memilihkan jawaban terbaik, jawaban yang pas pada beberapa kali pertanyaan anak saya tentang ini dan itu. Satu sisi tumbuh keyakinan dan kebanggaan pada agamanya, sisi lainnya hidup semangat menghormati dan toleransi pada yang berbeda.

"Surga Anak-anak" Naguib Mahfouz cukup menginspirasi, sampai-sampai 12 tahun lalu terbit cerpen saya di koran harian Riau Mandiri dengan judul yang saya balik "Anak-anak Surga." (Wamdi Jihadi)

0 komentar: