Visitors

Kekuasaan adalah pedang bermata dua, tajam dan punya daya tebas yang mematikan. Tapi bagaimana pun berdampak besarnya kekuasaan tersebut, ma...

Kekuasaan dan Moral

Kekuasaan adalah pedang bermata dua, tajam dan punya daya tebas yang mematikan. Tapi bagaimana pun berdampak besarnya kekuasaan tersebut, maka tetap saja kembali kepada siapa pemegang ulu atau kendalinya, yang mengayunkannya ke kanan dan ke kiri serta tempat di mana sanubari bersemayam. Manusia.


Maka bila diibaratkan tanah, kekuasaan adalah tanah yang subur tempat di mana bibit-bibit kebaikan berkecambah, tumbuh dan menghasilkan buah-buahan yang segar.

Tetapi pada musim-musim tertentu, kekuasaan menjelma menjadi tanah yang kering kerontang dan gersang, jangankan menghasilkan panen yang berlimpah ruah, semenjak kecambah saja telah ia lenyapkan.

Karena itu, untuk menghasilkan kekuasaan bak tanah subur tadi mestilah menata manusianya, dan untuk menata manusianya, mesti bermula dari moralnya. Maka, pendidikan moral adalah hal yang mutlak menjadi perhatian orang tua di rumah dan para pendidik kita di sekolah-sekolah untuk diajarkan, ditanamkan dan ini yang lebih-lebih lagi yaitu dipraktikkan.

Suatu ketika founding fathers bangsa kita berdiskusi di awal-awal kemerdekaan perihal negara seperti apa yang mau kita bentuk?

Lalu Bung Hatta menjawab, "Negara yang semua penduduknya bahagia. Namun, untuk bahagia kita perlu merdeka, untuk merdeka seutuhnya kita harus bisa mengelola bangsa ini sendiri, untuk mengelola bangsa ini kita butuh konstitusi dan perundang-undangan."

Dan diakhir kalimat beliau berujar, "Tidak ada konstitusi dan perundang-undangan yang efektif kalau tidak dilandasi moral."

Maka, bagi mereka-mereka yang berniat muncul ke permukaan dan hendak mendekat pada kekuasan, baik eksekutif mau pun legislatif, mestilah mereka yang 'berpakaian' dengan 'busana' moralitas tadi. Sebab kalau tidak kita sedang turun ke tempat terendah di mana manusia tidak berumah di sana.

"Bila kita dipisahkan oleh konsep-konsep baik dan buruk, apalagi yang masih tersisa? Tidak ada lagi." Ujar Aleksandr I Solzhenitsyn seorang penulis Rusia. "Kecuali manipulasi terhadap satu sama lain. Kita akan turun kepada status binatang." (Wamdi)

0 komentar: